SPcom JAKARTA – Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry CH Bangun mengimbau agar insan pers tenang menyikapi terbitnya surat telegram dari Kapolri. Salah satu poin dari surat tersebut melarangan media menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan.
“Itu internal Kepolisian, ditujukan ke Humas Polda terkait suplai berita kekerasan ke media siaran, khususnya televisi,” ujar Hendry, Selasa (6/4/2021).
Menurut Hendry, maksud Kapolri adalah mencegah internalnya menyebarkan rekaman kegiatan penindakan yang dilakukan dalam mengungkap sebuah kasus.
“Selama ini kan sering humas Polisi di daerah kasih rekaman kegiatan mereka. Misalhnya soal penggrebekan narkoba, pemberantasan kejahatan, terorisme, balap liar, sekarang tidak boleh,” jelasnya.
Hendry menilai surat telegram Kapolri bernomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021. ST tersebut ditandatangani oleh Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono atas nama Kapolri pada 5 April 2021 hanya ditujukan untuk internal.
“Mereka tidak melarang media, kalau melarang pasti suratnya tidak ditujukan ke humas. Lihat juga rujukannya, kan P3SPS dan Perkap,” terang Hendry.
Berikut 11 poin dari telegram Kapolri soal peliputan media:
- Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. Kemudian diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis;
- Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana;
- Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian;
- Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan;
- Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual;
- Menyamarkan gambar wajah dan indentitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya;
- Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur;
- Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku;
- Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detil dan berulang-ulang;
- Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten;
- Tidak menampilkan gambaran secara eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak.(SP)