SPcom JAKARTA – Ketua Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI), Dian Septi Trisnanti, menyatakan puluhan pabrik di Cakung, Tangerang, Subang, Sukabumi, serta Solo tidak memberlakukan Work From Home (WFH) alias masih beroperasi 100 persen.
Hal ini menjadikan pabrik sebagai salah satu klaster penyebaran COVID-19.
“Para pekerja wajib bekerja, jika tidak akan kehilangan pekerjaan. Jutaan pekerja bekerja penuh waktu, bahkan melakukan lembur dalam ruang tertutup dan padat tanpa alat pelindung diri dan fasilitas kesehatan memadai,” ujar Dian, Senin (19/7/2021).
“Akibat situasi di atas amat jelas, klaster pabrik termasuk paling agresif. Data kami serikat buruh sektor TGSL menunjukkan itu, dalam dua minggu terakhir saja ribuan anggota kami terpapar di tempat kerja,” sambung Dian.
Tuntutan kerja yang dihadapi para buruh ini menjadi jauh lebih berat bahkan sejak awal tahun 2021, sebelum berlakunya PPKM Darurat. Implementasi Omnibus Law UU Cipta kerja disinyalir jadi faktor utama yang memperburuk situasi mereka.
“Dengan merujuk UU Cipta Kerja, sejumlah perusahaan TGSL telah mengubah sistem kerja dari pekerja tetap menjadi pekerja borongan. Pekerja ini kehilangan fasilitas upah tetap, kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan. Akhirnya mereka memaksa diri terus bekerja karena takut kehilangan upah,” kata Dian.
Atas dasar itu, gabungan serikat pekerja sektor manufaktur menuntut pemerintah memastikan perlindungan hak atas kesehatan dan hak pekerja.
Selain itu, pemerintah diharapkan memberikan sanksi tegas pada perusahaan yang melakukan pelanggaran PPKM Darurat, dengan mewajibkan pekerja bekerja namun tidak memfasilitasi APD hingga akses kesehatan.
“Kami juga menuntut pemerintah melakukan moratorium pelaksanaan Omnibus Law UU Cipta Kerja selama pandemi berlangsung. Sanksi tegas pengusaha yang melakukan PHK, merumahkan tanpa upah, ataupun memotong upah,” tutur Dian Trisnanti. (SP)