SPcom JAKARTA – Kabar Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mohammad Fadil Imran menerima telepon saat Presiden Jokowi memberikan arahan di Istana Negara, Jakarta Pusat pada Jumat, 14 Oktober 2022, viral di media sosial.
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin menjelaskan kabar tersebut, sebab hal ini menjadi pertanyaan, karena dalam surat undangan para tamu diminta tidak membawa ponsel.
Bey menjelaskan, saat itu Fadil menerima telepon dengan menggunakan ponsel milik protokoler Istana.
“Jadi pertama stafnya Pak Fadil harus melaporkan hal yang penting, kemudian (stafnya) nelepon ke salah satu staf protokol Istana untuk berbicara dengan Pak Fadil,” ujar Bey, Minggu (16/10/2022).
Bey menjelaskan, sebelum memberikan ponselnya kepada Fadil, staf protokoler itu telah meminta izin dulu ke internal Istana. Mengingat acara belum dimulai, Fadil diizinkan menerima telepon tersebut.
“(Terima telepon) tidak lama, setelah itu juga diambil lagi, dibalikin lagi. Dan itu juga kalau acara sudah mulai, tidak akan kita izinkan. Karena itu ada yang harus dilaporkan penting, jadi ya kita izinkan,” kata Bey.
Dalam arahannya, Presiden Joko Widodo memerintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memperbaiki semua aspek yang menurunkan tingkat kepercayaan pada institusi kepolisian. Mulai dari gaya hidup hingga pelanggaran oleh polisi.
“Termasuk juga tentunya pemberantasan judi online, pemberantasan narkoba, dan pemberantasan hal-hal yang tentunya sangat mengganggu dan meresahkan masyarakat,” kata Listyo Sigit menyampaikan arahan Jokowi.
Arahan itu diberikan Jokowi tidak hanya kepada Listyo, tapi juga pejabat utama Mabes Polri, Kapolda, hingga Kapolres, yang dipanggil ke Istana Negara. Para petinggi Polri dipanggil Jokowi dan tidak boleh membawa telepon genggam, topi, dan tongkat.
Listyo bercerita bahwa polisi sempat menjadi aparat penegak hukum yang mendapat kepercayaan tertinggi karena untuk membantu mengawal program pemerintah.
Berbagai kasus, seperti kasus pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat oleh mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo, berdampak pada persepsi negatif.
“Maka saat ini tingkat kepercayaan publik terhadap Polri menjadi rendah,” ujar Listyo.
Listyo menyebut bahwa Jokowi memerintahkan agar Polri bisa solid menjadi pelindung, pengayom, pelayan masyarakat, responsif terhadap apa yang menjadi keluhan masyarakat.
“Respons cepat, dan kita memiliki sense of crisis di tengah situasi yang sulit ini,” ujar Sigit.
Jokowi juga meminta Polri untuk mengawal kebijakan ekonomi pemerintah di semua tingkat, baik tingkat kabupaten, kota, hingga provinsi dalam rangka menghadapi situasi global saat ini.
“Bagaimana kita mengawal agar yang namanya harga-harga bisa terkelola, bisa terkendali, tingkat inflasi bisa kita kawal,” ujar Listyo.
Indeks kepercayaan masyarakat terhadap Polri memang disebut sempat turun sejak kasus pembunuhan Brigadir J oleh Ferdy Sambo cs merebak.
Penyebabnya tak lain karena kasus ini awalnya sempat ditutupi dengan menyebut Yosua tewas karena tembak menembak dengan Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Yosua juga sempat dituding melecehkan istri Sambo, Putri Candrawathi.
Irjen Fadil Imran juga sempat disebut-sebut dalam kasus Ferdy Sambo ini. Pasalnya, anak buahnya terlibat dalam skenario Sambo tersebut.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, AKBP Jerry Raymond Siagian, bahkan harus mendapatkan hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dalam kasus ini. (SP)