SPcom BOGOR – Ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) terjerat pinjaman online (pinjol) hingga miliaran rupiah. Atas kasus pinjol tersebut, sejumlah mahasiswa melaporkan kasus penipuan ke Markas Polresta Bogor Kota, untuk mencari bantuan lebih lanjut.
Rektor IPB, Arif Satria, melakukan empat langkah cepat dalam mengusut kasus ini. Pertama, membuka posko pengaduan.
Kedua, pihak kampus memilah-milah tipe kasus yang ada yang saat ini sedang dipetakan. Selain itu, IPB juga mempersiapkan bantuan hukum untuk mahasiswa yang tertipu usaha online dalam kasus pinjaman online ini.
Adapun langkah keempat berupa upaya IPB untuk meningkatkan literasi keuangan bagi para mahasiswa.
Sebagai pemecahan masalah, Arif juga dikabarkan telah mengundang para mahasiswa yang menjadi korban kasus penipuan untuk menggali informasi yang sebenarnya sedang terjadi.
Hasil pertemuan tersebut didapatkan bahwa dari 311 orang, 116 di antaranya merupakan mahasiswa IPB yang menjadi korban dugaan penipuan transaksi pinjol.
Salah satu mahasiswa bahkan mengaku bahwa ia terjerat saat terlibat dengan kakak tingkat (kating) dalam sebuah proyek usaha di kampus.
Adapun modusnya berupa investasi ke usaha proyek bersama dengan keuntungan 10 persen per bulan. Tetapi, para korban diarahkan untuk meminjam modal ke aplikasi penyedia pinjaman.
Ketika sudah melakukan transaksi online, mahasiswa hingga kini belum mendapatkan komisi 10 persen dan cicilan yang dibayarkan.
Polresta Bogor Kota pun telah menerima dua laporan resmi dan 29 laporan pengaduan dari 311 mahasiswi IPB.
Menurut Wakapolresta Bogor Kota, AKBP Ferdy Irawan, dua laporan resmi telah masuk sejak akhir Oktober 2022 dan sedang dalam pencarian terlapor pemilik akun toko online berinisial SAN untuk dimintai keterangan.
“Berdasarkan pelaporan pelapor atau korban, ini jumlah korban yang berhasil didata 311 orang dan itu sebagian besar, tidak semuanya, mahasiswa IPB. Terlapornya sama SAN,” ujar Ferdy.
Ferdy menjelaskan total uang dari sebagian besar mahasiswa IPB yang diduga tertipu toko online SAN sebesar Rp2,1 miliar dari 311 korban.
Modus SAN kepada korbannya kerja sama awalnya tidak terkait dengan pinjol. Terlapor menawarkan kerja sama secara online dengan bagi hasil 10 persen.
Kemudian syarat yang disampaikan oleh SAN ini bahwa para pelapor atau para korban ini harus mengajukan pinjaman di online.
Atas iming-iming dari kating untuk mendapat keuntungan sebanyak 10 persen, salah satu akun Twitter menuliskan bahwa pinjaman online yang dilakukan bukanlah untuk keuntungan pribadi, melainkan untuk dana kepanitiaan.
“Mau meluruskan sedikit ya bg ya, anak IPB yg kena tuh rata² bukan buat kebutuhan individu, tapi dana kepanitiaan. Jadi poin² yg diatas ga valid buat kasus ini. Kenanya karena katingnya nawarin buat naikin rating usahanya, tapi sumber dananya dari pinjol pake akun si mahasiswa,” tulis akun @mada*ow.
Kasus ini menuai perhatian DPR RI yang menaungi bidang pendidikan, olah raga, pariwisata, dan ekonomi kreatif atas terjeratnya ratusan mahasaiswa karena ingin mencari sumber dana.
Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda kerap mempertanyakan pendampingan dari pihak kampus ketika mahasiswa mencari sponsor kegiatan dari sumber-sumber yang aman.
Menurutnya, kasus ini perlu menjadi perhatian bersama agar mahasiswa lain dapat belajar untuk menghindari pencarian sumber dana kegiatan dari proses usaha yang melibatkan pinjaman online. (SP)