SPcom JAKARTA – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, akhirnya memenuhi panggilan kedua yang dilayangkan penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia, setelah sebelumnya ia mangkir dari panggilan pemeriksaan pertama tersebut. Padahal, Airlangga menyatakan sudah bersedia hadir kepada Kejagung.
Airlangga dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng periode 2021-2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana saat itu mengatakan, Airlangga akan diperiksa guna mendalami proses prosedur perizinan, kebijakan, serta pelaksanaan kegiatan dari ekspor dan impor CPO.
Selain itu, ia juga akan dimintai keterangan terkait dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para terpidana di kasus ini.
Adapun panggilan ini juga pengembangan terkait penyidikan tiga tersangka korporasi dalam perkara ini. Ketiga tersangka itu adalah Wilmar Group, Musim Mas Group dan Permata Hijau Group.
Berdasarkan pantauan, Airlangga tiba sekitar pukul 08.25 WIB, Senin (24/6). Ia tiba dengan mengenakan pakaian batik berwarna cokelat.
Tampak Airlangga turun dari mobil Toyota hitam, kemudian mengacungkan jempol dan menyapa sejumlah awak media di lokasi. Kemudian langsung masuk dalam gedung pemeriksaan.
Pemeriksaan Airlangga berjalan selama 12 jam. Airlangga tampak keluar gedung pemeriksaan pukul 21.08 WIB. Usai diperiksa, Airlangga mengaku mendapat sebanyak 46 pertanyaan. Namun, ia enggan membeberkan rinciannya.
“Saya sudah menjawab 46 pertanyaan dan mudah-mudahan jawaban sudah dijawab sebaik-baiknya,” kata Airlangga usai pemeriksaan di Kejagung.
Kebijakan atasi kelangkaan minyak goreng
Pihak Kejagung juga enggan banyak membeberkan hasil pemeriksaan terhadap Airlangga lantaran bersifat teknis penyidikan.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Kejagung Kuntadi menyebut salah satu materi pemeriksaan mencakup soal langkah yang dilakukan Menko Perekonomian dalam mengatasi adanya kelangkaan minyak goreng.
“Kami memandang perlu untuk memeriksa Bapak Airlangga dalam kapasitas beliau selaku Menko Perekonomian khususnya terkait tugas dan tanggung jawab beliau dalam rangka mengatasi kelangkaan minyak goreng,” kata Kuntadi.
Dirdik Jampidsus Kejagung itu menambahkan, hasil pemeriksaan pertama terhadap Airlangga masih dalam tahap penyidikan awal.
Pihak Kejagung juga belum bisa memberikan penegasan soal dugaan keterlibatan Airlangga dalam kasus korupsi izin ekspor CPO yang merugikan negara tersebut.
“Apakah ini tidak ada keterkaitannya dengan tindak pidana? Justru ini mendalami tindak pidana yang telah terbukti sebelumnya. Kita dalam rangka untuk mengembangkan,” tuturnya.
Kuntadi juga mengatakan setiap hal terkait kasus korupsi terkait izin ekspor CPO akan didalami sepanjang ada fakta dan buktinya.
Oleh karenanya, Kejagung masih membuka peluang untuk kembali memeriksa Airlangga Hartarto di kasus dugaan korupsi izin ekspor CPO dan turunannya, termasuk minyak goreng periode 2021-2022.
“Apakah ini udah cukup atau belum, tentu saja pemeriksaan ini kami lakukan evaluasi dan pendalaman dikaitkan dengan keterangan yang lain, nanti akan kami sikapi,” ucap Kuntadi di Kejagung, Jakarta, Senin malam.
Sebagai informasi, kasus korupsi izin ekspor CPO telah merugikan negara sebanyak Rp 6,47 triliun. Selain tiga korporasi yang dijadikan tersangka, Kejagung telah menjerat lima terpidana untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Lima terpidana di kasus ini adalah mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana. Ia divonis dengan pidana 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider dua bulan kurungan.
Lalu, Tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei divonis 7 tahun penjara, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor divonis 1,5 tahun penjara.
Kemudian, General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang divonis 6 tahun penjara, dan Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA divonis 5 tahun penjara. (SP)