SPcom BENGKULU – Akses jalan yang baik menjadi salah satu kunci untuk pengembangan suatu wilayah. Hal inilah yang menjadi keluhan dari warga Desa Lebong Tandai, Kecamatan Napal Putih, Bengkulu Utara, Bengkulu.
Bertahun-tahun sudah warga desa yang dikenal sebagai Batavia Kecil tersebut mendambakan akses jalan lebih baik. Namun hingga kini, belum ada perhatian khusus dari Pemerintah Kabupaten Bengkulu, maupun tingkat provinsi.
Salah satu warga Desa Lebong Tandai, Kirwan Hartoni menjelaskan, memang pada tahun 2023 program TMMD Kodim 0423/BU bersama Korem 041/Garuda Emas telah membuka akses badan jalan. Tetapi akses tersebut belum bisa dikatakan baik, apalagi jika musim hujan.
“Kalau musim hujan, sangat sulit dilalui karena berlumpur dan licin,” ujarnya, Minggu (4/2/2024).
Dengan begitu, mobilitas warga Desa Lebong Tandai terhambat. Dan membuat pembangunan serta perekonomian Desa Lebong Tandai tertinggal dibandingkan desa lain di Bengkulu Utara yang memiliki akses jalan lebih baik.
“Selaku putra daerah asli Lebong Tandai, saya sangat prihatin dengan kondisi akses jalan di tempat saya lahir. Karena hingga saat ini desa saya masih terkesan terisolir dan tertinggal tanpa adanya perhatian oleh pemerintah,” ungkapnya.
Ia berharap Pemprov Bengkulu maupun Pemkab BU dapat lebih memperhatikan Desa Lebong Tandai. Jangan sampai desa yang menjadi penyumbang emas untuk Monumen Nasional (Monas) itu semakin tertinggal.
“Meskipun telah dibuka akses badan jalannya, bila tidak ada kelanjutannya percuma. Apalagi desa tersebut dulunya disebut Batavia Kecil lantaran produksi emasnya. Namun hingga sekarang desa tempat kelahiran saya tersebut terkesan tertinggal kan,” harapnya.
Perlu diketahui, untuk ke Desa Lebong Tandai kita menempuh jalan darat enam jam dari Kota Bengkulu menuju Kecamatan Napal Putih. Jika tidak menggunakan mobil atau motor, tercepat biasanya warga desa menggunakan kereta lori dengan jarak tempuh 37 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 3-4 jam.
Lebong Tandai terkenal pada zaman penjajahan Belanda sebagai lokasi penambangan emas. Aktivitas pertambangan di daerah itu dimulai sejak 1890 oleh perusahaan Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong dan Mijnbouw Maatschappij Simau. Kedua perusahaan itu merupakan penyumbang besar ekspor emas perak Hindia Belanda dengan produksi ratusan ton emas dan perak selama 1896-1941.
Emas dari desa tersebut pun dikenang sebagai pelapis puncak Monas yang dibangun mulai pada 17 Agustus 1961. Seiring cadangan emas yang menipis, Lebong Tandai ditinggalkan oleh perusahaan-perusahaan besar penambangan.(YG4)