Konon, Kiai Poleng dan Nyai Remeng adalah abdi Ratu Keling yang disumpahi menjadi Bulus oleh Raden Patoha.
SPcom JAKARTA – Terletak di Dukuh Jimbung Guo, Desa Jimbung, Kecamatan Kalikotes, Klaten, Jawa Tengah, Sendang Bulus Jimbung dikenal masyarakat setempat dan para pengunjung, sebagai tempat pemandian yang wingit. Hal ini tidak terlepas dari mitos, jika pemandian alam ini dijaga oleh dua bulus keramat, yang dikenal dengan sebutan Kiai Poleng dan Nyai Remeng.
Tidak heran, jika kemudian Sendang Bulus Jimbung banyak dikunjungi masyarakat untuk mencari keberkahan, sekaligus melakukan ritual pesugihan. Dari cerita tutur, asal muasal Sendang Bulus Jimbung bermula dari keberadaan seorang raja bernama Raden Jaka Patoha dari Keraton Jimbung. Karena kewibaan dan ketampanannya, sosok Raden Patoha membuat seorang putri bernama Ratu Keling jatuh cinta.
Singkat cerita, Raden patoha tak bisa menerima cinta Ratu keling. kemudian Ratu keling mengutus abdinya, yakni Kiai Poleng dan Nyai Remeng untuk membujuk Raden Patoha agar menerima cinta sang putri. Lantaran terus mendesak, Kiai Poleng dan Nyai Remeng pada akhirnya disumpahi menjadi Bulus oleh Raden Patoha.
Ya, setelah sumpah diucapkan oleh Raden Patoha, tiba-tiba saja keduanya menjadi bulus. kisah asal-usul bulus di Jimbung Klaten itu, hingga kini masih diingat warga setempat. “Tongkat Raden Patoha kemudian ditancapkan di tanah dan menjadi pohon randu alas kemudian bawahnya keluar air menjadi tempat Kiai Poleng dan Nyai Remeng,” kata sekretaris desa (sekdes) jimbung, slamet.
Slamet menjelaskan, Bulus Kiai poleng memiliki warna belang dengan berlekuk seperti punggung manusia. Sementara, Bulus nyai Remeng berwarna abu-abu.
ukuran kedua bulus itu besar. Bulus itu kerap dinaiki anak-anak. termasuk slamet ketika masih kecil.
Namun, kedua bulus yang pernah dikeramatkan itu sudah mati. Bulus Nyai remeng dikubur beberapa tahun berikutnya atau sekitar tahun 2009, sementara Bulus Kiai Poleng mati dan dilarung oleh Pemkab ke Pantai Selatan di dekat Sendang. Walau, Kiai Poleng telah mati pada 2009 sedangkan Nyai Remeng mati beberapa tahun sebelumnya. Para peziarah tetap mendatangi sendang tersebut karena mempercayai masih ada keturunan dari dua bulus itu.
“Masih ada (keturunannya) tapi masih kecil-kecil. Tidak bebas seperti Kyai Poleng bisa dilihat, dinaiki dan biasanya saat saya panggil dibawakan ayam untuk makan akan muncul,” ujar Ruri. Ruri mengaku tak mengetahui usia Kyai Poleng sebelum mati. Tetapi ketika diukur, Kyai Poleng memiliki panjang 135 cm dan lebar 85 cm. Sementara itu, Nyai Remeng memiliki warna gelap, berbeda dengan Kyai Poleng yang memiliki warna belang.(SP)