Penulis: Beta Wijaya (Bankir Muda)
Ketidakpastian ekonomi pasca pandemi semakin terlihat jelas, salah satu indikasinya adalah postur ketenagakerjaan yang tidak baik-baik saja. Meningkatnya pekerja informal dan pekerja keluarga atau pekerja tak dibayar menjadi sinyal dari keterpurukan ketenagakerjaan.
Hal tersebut, tercantum dari laporan kondisi ketenagakerjaan berdasarkan status oleh Badan Pusat Statistik (BPS), pada publikasi November 2024. Status pekerjaan mencerminkan posisi individu dalam suatu unit usaha atau kegiatan ekonomi.
Proporsi pekerja formal dan informal menunjukkan porsi yang mengkhawatirkan. Sebagai informasi, pekerja formal yang mencakup kategori: Buruh, Karyawan, Pegawai dan Berusaha Dibantu Buruh Tetap, berjumlah 60,81 juta orang atau 42,05% dari total pekerja pada Agustus 2024. Namun, mayoritas pekerja Indonesia, sebanyak 83,88 juta orang (57,95%), tergolong sebagai pekerja informal.
Kategori pekerja informal mencakup individu dengan status Berusaha Sendiri, Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap, Pekerja Bebas di Pertanian, Pekerja Bebas di Non-Pertanian, serta Pekerja Keluarga. Kelompok ini rentan terhadap ketidakstabilan ekonomi, dengan pendapatan rendah dan tanpa jaminan kerja yang memadai.
Sedangkan, terdapat 5,89 juta pekerja bebas di sektor pertanian (4,08%), mayoritas merupakan buruh tani dengan upah riil yang cenderung menurun dan erat dengan kemiskinan.
Pekerja Tidak dibayar Semakin Tinggi dan Memprihatinkan
Selanjutnya, salah satu kelompok yang perlu perhatian khusus adalah pekerja keluarga atau pekerja tak dibayar. Pada Agustus 2024, jumlahnya mencapai rekor tertinggi, yakni 19,29 juta orang. Padahal, pada 2019, jumlah pekerja tak dibayar sempat menurun hingga 14,76 juta orang.
Kondisi sehari-hari mereka sering kali menyerupai pengangguran. Banyak yang merasa belum bekerja, meskipun definisi “bekerja” menurut BPS mencatat mereka sebagai pekerja karena membantu orang lain menghasilkan pendapatan atau keuntungan.
kondisi ini mencerminkan tantangan besar dalam mewujudkan ketenagakerjaan yang layak dan inklusif di Indonesia. Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya perlu memberikan perhatian serius pada pekerja informal dan pekerja tak dibayar, dengan kebijakan yang mendorong perlindungan sosial, akses terhadap pelatihan, dan peningkatan produktivitas.
Transformasi struktural dalam sektor tenaga kerja menjadi langkah penting untuk menciptakan ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan, di mana setiap pekerja dapat menikmati penghasilan yang layak dan jaminan keamanan kerja.
Tentu hal ini menjadi PR besar bagi pemerintahan baru (Prabowo-Gibran) untuk mengurai dan menyelesaikan tantangan ketenagakerjaan di Indonesia. Bagaimanapun, urusan ketenagakerjaan adalah permasalahan primer yang mesti dicari solusinya untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.