SPcom BANDUNG BARAT – Seorang siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, berinisial MDR (17) meninggal dunia saat memperagakan adegan bunuh diri dalam pementasan seni pada Kamis (20/2/2025) sekitar pukul 10.00 WIB.
Saat itu, korban yang tengah mengikuti ujian praktik seni, berperan sebagai perempuan hamil yang melakukan aksi bunuh diri. Dalam pertunjukan tersebut, ia menggunakan balon berisi cairan merah untuk menciptakan efek darah. Namun, tanpa disadari, gunting yang digunakan dalam adegan itu ternyata asli dan menyebabkan luka fatal pada korban.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyesalkan kejadian ini dan menegaskan bahwa pengawasan dalam kegiatan sekolah harus lebih ketat. Menurut KPAI, pihak sekolah seharusnya memastikan setiap properti yang digunakan dalam pertunjukan aman bagi siswa.
“Kami menyesalkan dengan kejadian nahas ini. Seharusnya ada pengawasan dari guru atau pelatih, serta pemeriksaan properti drama sebelum digunakan,” ujar Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono.
Lebih lanjut, KPAI juga mendesak agar pihak kepolisian segera melakukan investigasi guna mengungkap apakah ada unsur kelalaian dalam insiden ini.
Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto, menyatakan bahwa pihaknya telah mengamankan gunting yang digunakan dalam pementasan tersebut. Selain itu, tiga orang saksi telah dimintai keterangan untuk mengungkap detail kejadian yang menyebabkan MDR meninggal dunia.
“Kami sedang mendalami adegan yang diperagakan korban serta properti yang digunakan. Sejauh ini, kami sudah meminta keterangan dari tiga saksi agar bisa mendapatkan gambaran utuh mengenai kejadian ini,” jelas AKBP Tri Suhartanto.
Polisi juga masih menunggu hasil autopsi dari RS Sartika Asih guna memastikan penyebab kematian korban secara pasti.
Sebagai langkah pencegahan agar insiden serupa tidak terjadi di masa depan, KPAI mengusulkan agar setiap satuan pendidikan menerapkan child safeguarding atau kebijakan perlindungan anak.
“Kejadian ini harus menjadi perhatian satuan pendidikan agar tetap melakukan pengawasan dalam setiap aktivitas siswa dan memastikan tidak ada benda berbahaya yang digunakan,” tambah Aris Adi Leksono.
Child safeguarding adalah kebijakan, prosedur, dan praktik untuk melindungi anak dari kekerasan, eksploitasi, serta bahaya lainnya. Menurut KPAI, penerapan kebijakan ini sangat penting agar hak-hak anak dalam memperoleh pendidikan yang aman dan nyaman tetap terjamin.
Tragedi ini menjadi peringatan bagi sekolah untuk lebih berhati-hati dalam mengawasi kegiatan siswa, terutama dalam penggunaan properti yang dapat membahayakan nyawa. (SP)