Dalam film, Badarawuhi digambarkan sebagai makhluk halus berparas cantik penunggu Desa Penari
SPcom JAKARTA – Para penonton film KKN di Desa Penari pasti sudah tidak asing lagi dengan sosok Badarawuhi. Seperti dilansir dari Pikiran-Rakyat.con, sejarah Badarawuhi bermula dari murid Ksatria Rangda yang bernama Ratna Narekh pada zaman Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Prabu Airlangga. Konon, Rangda (calonarang) menyebarkan wabah ganas di Kerajaan Kediri. Wabah yang menyerang Kerjaan Kediri ini membuat masyarakat di sana menderita. Mereka mengalami sakit keras hingga memuntahkan duri-duri tajam dan darah segar sebelum akhirnya meregang nyawa. Hal tersebut kemudian membuat Prabu Airlangga mengamuk. Dia kemudian memerintahkan seorang empu bernama Bharada untuk melawan Rangda. Para bharada Kediri ketika itu menghabisi pasukan Rangda tanpa ampun dengan mantra-mantra suci dan sakti dari sang Empu.
Akan tetapi, terdapat lima murid Rangda yang berhasil kabur dari pembantaian yang dilakukan Bharada Kediri, termasuk Ratna Narekh. Mereka berlima meloloskan diri berbekal lontar. Lontar merupakan bekal dari Rangda yang berisikan ilmu kanuragan dan ilmu kanujiwan. Lontar tersebut berfungsi untuk menaklukan pemimpin lelembut hingga makhluk halus di hutan. Bahkan, Ratna Narekh dapat awet muda berkat lontarnya. Ratna Narekh berlari menuju timur Pulau Jawa melintasi Gunung Kawi hingga Gunung Bromo. Sementara, teman-temannya memilih untuk melarikan diri dengan menyeberang ke Bali. Pada suatu hari, Ratna Narekh melakukan perjalanan ke Wonokromo. Di Wonokromo, terdapat sebuah kolam yang menjadi gerbang ‘halus’ di utara Jawa menurut penduduknya. Lokasinya berada di sekitar lereng Gunung Raung dan berdekatan dengan alas Daha.
Ratna Narekh kemudian tertarik untuk singgah sebentar ke sebuah kedai yang ada di Wonokromo untuk beristirahat. Sesampainya di kedai tersebut, Ratna Narekh bertemu dengan Macan Sigep yang merupakan pemimpin di daerah Wonokromo. Macan Sigep terkenal sebagai pemimpin cabul yang suka meniduri wanita. Dirinya yang melihat kecantikan Ratna Narekh langsung memiliki keinginan jahat untuk meniduri Ratna Narekh. Lalu, Macan Sigep menawarkan Ratna Narekh untuk bermalam di tempatnya sebagai tanda untuk menyambut kedatangan tamu. Tanpa curiga, Ratna Narekh menerima ajakan sang kepala desa. Pada malam harinya, Macan Sigep mulai melancarkan aksi bejatnya ditemani dengan kedua pengawalnya yang memastikan Ratna Narekh telah tertidur lelap.
Akan tetapi, takdir berkata lain. Macan Sigep harus tewas akibat terpental hingga muntah darah setelah membuka pintu kamar yang disinggahi Ratna Narekh. Hal tersebut terjadi karena Ratna Narekh yang sudah memagari dengan mantra-mantra sakti. Kedua pengawal Macan Sigep kemudian lari ketakutan dan segera membunyikan kentongan bermaksud membangunkan warga. Ratna Narekh akhirnya terbangun karena suara kentongan tadi dan berjalan keluar kamar. Dia terkejut mendapati Macan Sigep tewas bersimbah darah itu justru kemudian menjilati darah yang ada pada tubuh Macan Sigep.
Warga yang melihat kejadian tersebut terheran–heran dan akhirnya menjadikan Ratna Narekh pemimpin desa Wonokromo selanjutnya. Menjadi seorang pemimpin desa, Ratna Narekh seringkali bertindak semena-mena dengan kesaktian yang dimilikinya. Pada suatu hari, dia minta ditemani berkeliling desa. Ratna Narekh kemudian menemukan janur dan kain merah yang dipasang di sanggar pamujan sebagai penanda untuk tidak memasuki kawasan tersebut karena dianggap sebagai kawasan terlarang. Warga menjelaskan, di desa tersebut, tidak boleh ada keramaian karena dapat mengusik lelembut alas Danda dan dapat mendatangkan malapetaka bagi Desa Wonokromo. Mendengar hal itu, Ratna Narekh menjadi tertantang karena menurutnya tidka ada yang lebih sakti dari dirinya. Ratna Narekh kemudian menyelenggarakan acara tari yang ditabuhi musik untuk mengundang keberadaan lelembut.
Namun, warga Wonokromo lupa dengan pesan leluhur itu karena terlalu asyik dengan acara yang digelar oleh Ratna Narekh. Tak lama kemudian, jin-jin Alas Danda datang dan merasuki penari-penari. Seluruh kawasan Wonokromo diporakporandakan, termasuk para penduduk dan Ratna Narekh. Sejak saat itulah jasad penari yang dirasuki akan berkelana tanpa tujuan dengan mengenakan pakaian Ratu Pantai Selatan. (SP)