SPcom BLITAR – Sebuah video memperlihatkan dua orang penyanyi yang bernyanyi berlatarkan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Bung Karno Blitar, Jawa Timur viral di media sosial. Lagu berjudul “Iclik Cinta” itu dibawakan oleh Mala Agatha dan Icha Cellow.
Dalam video itu terlihat dua penyanyi itu tampil dengan busana minim di depan Perpus Bung Karno. Penampilan keduanya dianggap tak pantas di depan lokasi bersejarah tersebut.
Potongan video tersebut pun memicu reaksi keras masyarakat. Tak sedikit kritik pedas yang dilontarkan untuk video tersebut.
Salah seorang warga Blitar, Risma Erina mengaku geram dan sedih dengan beredarnya video musik tersebut. Ia menyayangkan Blitar, yang identik dengan Bung Karno, justru viral karena video musik yang kurang senonoh.
“Di sini [Blitar] itu buminya Bung Karno, tapi malah ada video clip yang berjudul dan isinya seperti itu. Ini sudah viral kemana-mana dan akhirnya menciderai nama Kota Blitar,” ujar Risma kepada detiknews, Senin (10/3).
Pengelola Perpus Bung Karno Blitar pun menegaskan bahwa pembuatan video tersebut tidak mendapat izin dari pihaknya.
Humas Perpus Bung Karno Ardha Bryan mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan stakeholder terkait untuk menggelar audiensi dan mengundang manajemen Mala Agatha serta Icha Cellow.
“Sudah, kemarin Sabtu (8/3) kami bersama stakeholder terkait melakukan audiensi dengan pihak manajemen yang bersangkutan. Kami sampaikan beberapa tuntutan untuk mereka,” ujar Ardha.
Perpus Bung Karno meminta pihak manajemen menurunkan semua video “Iclik Cinta” di semua kanal media digital. Perpus juga meminta pihak Mala Agatha untuk menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat.
Manajemen kedua penyanyi yang bernyanyi berlatarkan Perpusnas Bung Karno itu pun menyetujui tuntutan pihak perpustakaan.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, mendorong kasus diselesaikan secara kekeluargaan.
“Perlu juga penjelasan atau klarifikasi dari pihak berwenang, seperti pengelola Perpustakaan Bung Karno atau instansi terkait, mengenai apakah tindakan tersebut benar-benar melanggar regulasi atau tidak. Jika hanya kesalahpahaman atau kurangnya sosialisasi aturan, penyelesaian secara mediasi bisa menjadi opsi yang lebih bijak,” ujar Hadrian, Senin (10/3/2025).
Hadrian mendorong evaluasi terhadap pemanfaatan situs atau bangunan bersejarah agar tetap sesuai dengan nilai-nilai kebangsaan. Pemerintah pusat atau pemerintah daerah perlu memperbaiki pengawasan terhadap bangunan cagar budaya agar mencegah kejadian seperti ini di masa depan.
“Kami mengusulkan langkah edukasi kepada masyarakat terkait etika dan regulasi pemanfaatan cagar budaya, terutama di kalangan konten kreator, agar mereka memahami batasan dalam memproduksi karya di lokasi-lokasi bersejarah,” tutur Hadrian.
Sosialisai atau edukasi kepada masyarakat, kata Hadrian, sangat penting. Dengan edukasi, diharapkan kesadaran publik meningkat, sehingga bangunan atau cagar budaya dapat dilestarikan tanpa menghambat kreativitas yang bertanggung jawab. (SP)