SPcom SUMSEL – Kuasa hukum Fitri Agustinda dan Dedi Sipriyanto memberikan tanggapan resmi atas penetapan keduanya sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyimpangan dana Palang Merah Indonesia (PMI). Tim pengacara yang dipimpin oleh Taufan Soedirjo dan Misnan Hartono menilai penetapan tersangka tersebut sarat muatan politis dan diskriminatif, terutama usai pelaksanaan Pilkada Palembang 2024.
Dalam pernyataannya, Taufan menyebut bahwa sejak Pilkada usai, ada upaya sistematis untuk menyeret klien mereka ke dalam pusaran hukum.
“Fitri Agustinda menjadi korban manuver politik, sementara Dedi Sipriyanto diduga mendapat tekanan agar mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya,” ujar Taufan Selasa (9/4/2025) malam.
Kuasa hukum juga mempertanyakan dasar hukum penetapan tersangka, terutama terkait kerugian negara yang belum dirinci secara jelas. “Sampai hari ini belum ada angka pasti kerugian negara yang disebutkan. Padahal, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengaudit dan menyatakan tidak ada kerugian negara,” tegas Taufan.
Terkait dana yang dipermasalahkan, Taufan menjelaskan bahwa penggunaannya bersifat sementara dan telah dikembalikan ke rekening pribadi. Dana tersebut disebut sebagai talangan pribadi bendahara untuk keperluan mendesak, seperti pembelian bunga dalam kegiatan PMI. “Ini bukan dana hibah PMI yang diselewengkan, tapi talangan yang langsung diganti,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa selama proses pemeriksaan, klien mereka sangat kooperatif. “Semua pertanyaan dijawab secara terbuka. Kami tengah mempertimbangkan langkah hukum lanjutan, termasuk praperadilan,” imbuh Taufan.
Sementara itu, Misnan Hartono menambahkan bahwa pihaknya menghormati proses hukum, namun mengingatkan bahwa dasar penetapan tersangka belum cukup kuat dan berpotensi dipengaruhi kepentingan politik. “Penyidik mungkin mengandalkan bukti berupa percakapan dan keterangan saksi, tapi penggunaan dana itu sudah dibicarakan secara internal untuk keperluan mendesak,” katanya.
Misnan juga menegaskan bahwa kliennya tidak memiliki niat menyalahgunakan dana. “Ini adalah kebutuhan organisasi yang dibahas bersama. Bila ada kesalahan prosedur, itu bisa diperbaiki secara administratif, bukan serta-merta dianggap tindak pidana,” ujarnya.
Menurutnya, Kejaksaan Negeri Palembang belum menyebutkan jumlah pasti kerugian negara dalam perkara ini. Padahal, pasal yang digunakan untuk menjerat kliennya adalah Pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor, yang mensyaratkan adanya kerugian negara sebagai unsur utama. “Jika unsur kerugian belum jelas, maka seharusnya penetapan pasal pun dipertimbangkan ulang,” tegasnya.
Tim hukum juga menyatakan siap mengajukan praperadilan atau permohonan penangguhan penahanan jika diperlukan. Mereka berharap masyarakat tidak menghakimi sebelum ada keputusan hukum yang berkekuatan tetap. “Kami mohon doa agar proses ini berjalan adil. Yang pasti, kami akan memperjuangkan agar hak-hak hukum Fitri dan Dedi tetap terlindungi,” tutup Misnan.
Kasus ini bermula dari laporan dugaan penyimpangan penggunaan dana hibah PMI Kota Palembang tahun anggaran 2022-2023. Dana tersebut dikucurkan untuk mendukung kegiatan sosial PMI, namun belakangan muncul tuduhan adanya alokasi dana yang tidak sesuai peruntukan.
Kasus ini mulai mencuat menjelang dan sesaat setelah Pilkada Palembang, di mana Fitri Agustinda sebelumnya menjabat sebagai Wakil Wali Kota dan disebut-sebut sebagai salah satu figur potensial di kontestasi politik lokal. Saat ini, kasus ditangani oleh Kejaksaan Negeri Palembang dan telah masuk dalam tahap penyidikan.