SPcom JAKARTA – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) bersama Indonesian E-Commerce Association (idEA) memantau konten pemeliharaan hingga penjualan satwa liar secara ilegal. Sejauh ini sebanyak 4.000 akun media sosial (medsos) yang sudah di-takedown.
“Sampai hari ini kalau nggak salah kami sudah hampir 4.000 kami takedown. Itu dengan tadi, adanya kerja sama dengan idEA sama media sosial. Nah yang media sosial, Facebook, Twitter, itu akunnya 4.000,” kata Direktur Penindakan Pidana Kehutanan, Rudianto Saragih Napitu, Selasa (6/5/2025).
Rudianto menerangkan seseorang berpotensi terkena pidana meski sebatas mempertontonkan satwa liar yang dipelihara. Hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
“Nah, kalau berdasarkan undang-undangnya, undang-undang yang 32 sekarang, mempertontonkan itu udah pidana. Seperti tadi, karena itu bisa menimbulkan keinginan, bisa menimbulkan jual-beli dan lain-lainnya. Diberitahu media, itu pidana lho,” jelas dia.
Selain itu kerja sama ini juga dalam rangka untuk mendeteksi pelaku kejahatan penjualan gelap satwa liar. Identifikasi terutama yang beredar di kanal daring.
“Kita bekerjasama untuk bisa mengidentifikasi. Jadi ketika ini sudah mem-profiling dari pelaku-pelaku yang ada di situ. Sekaligus harapan kami tidak hanya itu, tetapi juga memberikan sosialisasi kepada asosiasi untuk tidak memperdagangkan satwa-satwa yang tidak dilindungi secara ilegal,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kemenhut Lukita Awang.
Lukita menambahkan prioritas Kemenhut saat ini adalah mencari ‘pemain’ atau ‘otak’ utama yang menjalankan bisnis penyelundupan satwa liar. Harapannya ini bisa memutus rantai peredarannya.
“Jadi kebanyakan kalau kayak gini kan, ada yang hanya mengantar barang atau ada yang menerima titipan gitu kan, nanti orang ambil. Itu coba kita sebagai suspect aja. Tapi yang kita terus tekan itu siapa yang pemilik sebenarnya,” ungkapnya. (SP)