SPcom JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan tengah menyiapkan gebrakan baru dalam dunia rekrutmen. Sejumlah syarat kerja yang selama ini dianggap diskriminatif akan segera dihapus.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer menyatakan, regulasi ini bertujuan menciptakan peluang kerja yang lebih inklusif. Menurutnya, hal-hal seperti batas usia, penampilan menarik, hingga status pernikahan tak lagi relevan.
“Umur akan kita hapus. Syarat harus good looking juga tidak ada. Pertanyaan soal sudah nikah atau belum juga kita hilangkan,” ujar Immanuel, Minggu 25 Mei 2025.
Pernyataan ini disambut antusias oleh banyak kalangan, terutama para pencari kerja yang sering terkendala syarat-syarat tersebut.
Selama ini, tak sedikit lowongan mencantumkan syarat “maksimal usia 27 tahun”, atau “berpenampilan menarik”, tanpa menjelaskan relevansi dengan pekerjaan. Kondisi itu dianggap menyulitkan mereka yang kompeten tapi tak memenuhi standar visual atau usia tertentu.
Immanuel menilai pendekatan berbasis kompetensi harus menjadi fokus utama proses rekrutmen.
“Penilaian seharusnya berdasarkan kemampuan, bukan pada hal-hal personal yang tidak berhubungan langsung dengan pekerjaan,” tegasnya.
Langkah ini dinilai sebagai terobosan penting di tengah situasi lapangan kerja yang makin ketat. Dengan menghapus batas usia dan kriteria fisik, lebih banyak orang bisa berkompetisi secara adil.
Beberapa aktivis ketenagakerjaan juga menyambut baik inisiatif ini. Menurut mereka, reformasi syarat kerja seperti ini sudah lama ditunggu.
Selain diskriminatif, syarat seperti “good looking” dinilai sangat subjektif dan membuka ruang eksploitasi. Sementara pertanyaan soal status pernikahan sering dianggap melanggar privasi.
Di sisi lain, perusahaan diharapkan mulai menyusun ulang standar perekrutan internal. Fokus perekrutan ke depan harus bergeser ke aspek kompetensi teknis dan etika kerja.
Pemerintah juga akan mendorong platform lowongan kerja agar mengikuti aturan baru ini. Sistem algoritma pencocokan kerja pun akan disesuaikan agar tak lagi memfilter berdasarkan umur atau status personal lainnya.
Bagi para pencari kerja, kebijakan ini membuka harapan baru, terutama bagi mereka yang selama ini tersisih karena usia. Misalnya, ibu rumah tangga yang ingin kembali bekerja, atau profesional senior yang masih produktif.
Langkah ini juga dinilai sejalan dengan semangat inklusi dan kesetaraan dalam dunia kerja. Tak hanya menciptakan peluang lebih luas, tapi juga menekan angka pengangguran terselubung.
Meski begitu, penerapannya akan tetap bertahap dan membutuhkan pengawasan ketat. Pemerintah akan melibatkan pengusaha dan asosiasi tenaga kerja untuk memastikan aturan dijalankan.
Ke depan, reformasi ini bisa menjadi awal dari perombakan besar dalam dunia rekrutmen di Indonesia. Karena pada akhirnya, pekerjaan adalah soal kemampuan, bukan usia atau penampilan. (SP)