SPcom JAKARTA – Ratusan anggota Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) mendatangi Gedung DPRD DKI Jakarta di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, pada Selasa (7/10/2025).
Kedatangan mereka bertujuan menyuarakan penolakan keras terhadap sejumlah pasal dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR), terutama terkait larangan penjualan rokok yang dinilai mematikan usaha pedagang kecil.
Ketua Umum APKLI, Ali Mahsun menyebut, aksi ini sebagai penegasan dari Deklarasi Pernyataan Sikap Pedagang yang telah dilakukan beberapa pekan lalu.
“Kami terus melihat proses penyusunan Raperda KTR sangat terlihat dipaksakan dan terburu-buru tanpa melihat kondisi kami para pedagang kecil. Kami sangat kesulitan mendapatkan pendapatan. Pendapatan yang kami dapat hari ini adalah untuk hidup besok,” tegas Ali.
Salah satu pasal yang paling diprotes adalah perluasan zonasi pelarangan penjualan hingga radius 200 meter dari sekolah. Serta pelarangan penjualan di area warteg, dagangan UMKM, toko, los, hingga pasar tradisional.
Menurut Ujang, seorang pedagang, penjualan rokok sangat membantu memutar modal dagangan lain. “Aduh, sekarang makin susah, modal susah mutar, pembeli sedikit. Jualan rokok bantu banget buat mutarin dagangan lain. Orang beli rokok, biasanya beli jajanan lain. Kalo dilarang, ya sudah. Habis sudah,” keluhnya.
Senada, Andi, pedagang dari Tanjung Priok, khawatir aturan ini akan diperparah dengan dorongan keharusan memiliki izin khusus penjualan rokok. Menurutnya, aturan yang “ribet” ini akan semakin menekan ekonomi rakyat kecil.
DPRD DKI Berjanji Cari Win-Win Solution
Aspirasi APKLI ini diterima langsung oleh Wakil Ketua Bapemperda DPRD DKI Jakarta, Jhonny Simanjutak (Fraksi PDIP).
Jhonny mengakui bahwa proses pembahasan Raperda KTR telah selesai di Pansus namun masih bergulir di Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda).
“Kami pastikan suara pedagang kecil, UMKM, warung, dan lainnya dipertimbangkan dan dibahas dalam finalisasi Raperda KTR ini. Kami berupaya mencari jalan tengah yang win-win solution,” ujar Jhonny.
Ia menegaskan, Bapemperda menjunjung tinggi partisipasi publik yang inklusif dan berimbang, memastikan peraturan yang disusun tidak memberatkan atau “menyakiti” pelaku ekonomi kerakyatan.

