Suryapagi.com, Jakarta – Tindakan aparat keamanan yang dinilai berlebihan terhadap para demosntran, termasuk emak-emak, yang berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, dan Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (19/3/2024) petang disoroti oleh Ketua Umum Forum Penyelamat Demokrasi dan Reformasi (F-PDR), Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna
Polisi yang dilengkapi peralatan keamanan seperti helm, tameng dan pentungan terus merangsek memukul mundur barisan demonstran. Satu unit water cannon pun bersiaga di sekitar Kompleks Parlemen. Dikabarkan 16 demosntran ditangkap dalam peristiwa itu, yakni 8 orang di KPU dan 8 orang di DPR RI. Mereka kini sedang diperiksa di Polda Metro Jaya.
Dalam demo tersebut ada dua tuntutan yang mereka gulirkan, yakni pemakzulan Presiden Joko Widodo, dan penggunaan Hak Angket oleh DPR RI untuk menyelidiki kecurangan Pemilu 2024 yang berlangsung Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM).
“Kami mengecam keras tindakan berlebihan aparat keamanan terhadap para demonstran yang sedang menyuarakan pendapatnya. Ingat, kebebasan berpendapat dijamin oleh konstitusi dan undang-undang,” kata Ketua Umum F-PDR Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna dalam rilisnya, Rabu (20/3/2024).
Agus menambahkan, aparat keamanan adalah aparat negara, bukan alat kekuasaan penguasa atau pemerintahan yang sedang berkuasa, sehinggga mestinya justru melindungi rakyat yang sedang menyampaikan aspirasi dan hak kebebesan berbicaranya, bukan melakukan tindakan berlebihan yang tidak terukur demi melindungi kepentingan penguasa.
“Aparat keamanan itu merupakan pelindung, pengayom dan pelayan rakyat, bukan alat kekuasaan pemerintah. Sebab itu, jika ada aksi demonstrasi, mestinya aparat keamanan justru memfasilitasi, bukan malah membuat rakyat takut,” jelas mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) ini sambil mendesak agar 16 demonstran yang ditangkap itu segera dibebaskan.
Sekretaris Jenderal F-PDR Rudi S Kamri menambahkan, jika aparat keamanan bertindak berlebihan dan tidak terukur, justru hal itu akan memicu gelombang demonstrasi berikutnya yang labih besar.
Rudi kemudian menyoroti pernyataan orator dalam demosntasi Selasa (19/3/2024) petang itu yang menyatakan bahwa mereka akan kembali berdemonstrasi lagi dengan jumlah massa yang lebih besar.
Memang, dalam demonstrasi itu, seorang orator dari atas modil komando menyerukan, “Kita pulang karena diusir, tapi kita akan kembali dengan jumlah massa yang lebih besar. Kita akan pulang, tapi kami minta dua rekan kami yang ditahan untuk dikembalikan kepada kami, kami bukan kriminal,” ujarnya.
Menurut Rudi, Reformasi 1998 yang berujung pada lengsernya Presiden Soeharto juga dipicu oleh tindakan berlebihan aparat keamanan terhadap para demonstran, bahkan sampai menimbulkan korban jiwa.
“Demonstrasi kali ini yang menuntut penggunaan Hak Angket untuk menyelidiki kecurangan Pemilu 2024 yang berlangsung terstruktur, sistematis dan masif pun bisa menjadi bola salju yang terus membesar. Apalagi jika nanti jatuh korban. Ingat, Soeharto lengser juga setelah Pemilu 1997. Ini setelah Pemilu 2024 yang berlangsung curang, bukan tidak mungkin Presiden Jokowi pun akan lengser karena tekanan massa,” kata Rudi S Kamri.