SPcom SURABAYA – Seorang pemilik sekolah di
Kota Batu, Jawa Timur dilaporkan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) ke Markas Kepolisian Daerah Jawa Timur di Surabaya pada Sabtu, 29 Mei 2021, atas tuduhan pelecehan seksual dengan korban belasan siswa.
Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait datang langsung ke Polda Jatim untuk melaporkan kasus pelecehan tersebut. Ikut pula mendampingi Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Batu, MD Furqon.
“Hari ini begitu menyedihkan bagi Komnas Anak, karena ada sebuah institusi pendidikan yang cukup dikagumi, khususnya di Kota Batu dan masyarakat Jawa Timur. Ternyata sekolah berinisial SPI ini menjadi sumber malapetaka bagi peserta didik di sana, yaitu kejahatan seksual yang dilakukan oleh pemilik SPI berulang-ulang pada puluhan anak-anak,” kata Arist.
Arist mengatakan pemilik sekolah tersebut melakukan pelecehan seksual terhadap puluhan anak-anak ketika mereka bersekolah di sana. Bahkan setelah mereka lulus sekolah pun pelaku masih melakukan pelecehan seksual.
“Bahkan sampai anak itu lulus dari sekolah itu masih mengalami kejahatan seksual oleh pemilik sekolah itu,” ujar Arist.
Setelah pekan lalu Komnas PA mendapat aduan dari salah seorang korban pekan lalu. Komnas PA menindaklanjuti dan mengumpulkan keterangan. Ternyata, korban tidak hanya satu dua orang saja. Tapi jumlahnya belasan bahkan puluhan siswa.
Arist mengatakan korban berasal dari sejumlah daerah, ada yang dari Palu, Kalimantan Barat, Kudus, Blitar, Kalimantan Timur, dan sebagainya. Korban yang seyogyanya dibantu agar bisa beprestasi dan sebagainya, tetapi malah dieksploitasi secara ekonomi, seksual, dan sebagainya.
Kepala DP3AP2KB Kota Batu, MD Furqon menjelaskan, sekolah yang dikelola terlapor mendisiplinkan diri pada pendidikan kewirausahaan. “Ada pendidikan pertanian, kewirausahaan, bahkan membuat film kemarin terbaik se-Asia Tenggara di mana yang main dari anak-anak siswa sekolah itu sendiri,” ujarnya.
Siswa di sekolah terlapor berasal dari hampir seluruh daerah di Indonesia dan berlatarbelakang agama beda-beda. “Kategori anak orang miskin atau anak yatim atau yatim piatu yang memang ditolong oleh lembaganya, oleh yayasan yang memang secara ekonomi berkecukupan,” kata Furqon. (SP)