SPcom SEMARANG – Seorang pria bernama Tan Jefri Wan Yuarta atau Jefri, warga Karangtempel, Kota Semarang, Jawa Tengah, melaporkan bibinya yang berinisial KWL ke polisi.
Hal itu dilakukan karena ia menyadari ada keterangan palsu dalam sidang di pengadilan yang membuat ibu Jefri kini dibui.
Ibu dari Jefri, Agnes Siane, idivonis 2 tahun penjara kasus penggelapan sertifikat tanah pada Juli 2020 lalu dan KWL merupakan pelapor dalam kasus tersebut.
Jefri mengatakan dia menghormati proses hukum yang menimpa ibunya, tapi kemudian dia menemukan berbagai dokumen antara lain surat bangun rumah, akta hadiah, kuitansi, surat hibah dan menyadari keterangan beberapa saksi yang mengarah kepada kebohongan yang dilakukan KWL dalam memberikan keterangan di pengadilan.
“Kami hormati putusan pengadilan. Maka kita lewat jalur hukum. Nanti diuji saja, jangan sampai ibu saya sudah dihukum tapi yang disampaikan (dalam pengadilan) palsu. Saya kecewa saja sih,” kata Jefri di kantor pengacara Michael Deo, Jumat (29/10/2021).
Didampingi kuasa hukum, Jefri memberanikan diri lapor ke polisi pada Oktober 2020 lalu dengan sangkaan pasal 242 KUHP tentang pemberian keterangan palsu di atas sumpah.
“Setelah menerima bukti dari klien kami, terus kami teliti dan lengkap, ya sudah kami berani laporkan ke polisi. Ini bukan soal balas dendam, tapi kami ingin menguji kebenaran yang disampaikan (KWL). Ini bukan upaya kami mau membebaskan ibu klien kami, itu sudah biarlah terjadi sudah. Ini juga untuk pembelajaran warga lain untuk tidak main-main dalam hukum dan persidangan,” ujar Michael Deo selaku kuasa hukum Jefri.
Ia menjelaskan proses hukum sudah dilakukan dan KWL sudah ditetapkan tersangka oleh penyidik Polrestabes Semarang.
“Kita lapor Oktober 2020 ke Polrestabes Semarang, dan sekarang kasusnya sudah naik ke penyidikan, sudah tersangka,” ujarnya.
Kasat Reskrim Polrestabes Semarang, AKBP Donny Lumbantoruan mengatakan sudah memproses laporan itu dan terlapor juga sempat melakukannya praperadilan di Pengadilan Negeri Semarang pada 10 September 2021 namun kalah.
“Kami tidak membeda-bedakan, semua warga sama hak hukumnya. Kami terbuka kok, tidak ada upaya kriminalisasi atau apa. Bahkan, kami pun digugat praperadilan dari pihak terlapor, kami terima. Namun hasilnya, gugatan praperadilan ditolak pengadilan, itu salah satu indikasi kami bekerja sesuai tupoksinya,” kata Donny. (SP)