SPcom JAKARTA – Kejanggalan terjadi dalam kasus jual beli tanah yang diproses oleh Polda Sumatera Utara.
Kuasa Hukum Amrick, Erdi Surbakti menjelaskan kasus yang saat ini dialami oleh kliennya adalah kasus kriminalisasi yang dilakukan oleh oknum mafia tanah yang diduga bekerja sama dengan penyidik di Polda Sumatera Utara.
“Bagaimana dibilang penggelapan kalau surat tanahnya sudah menjadi milik Amrick dan sudah atas nama dalam sertifikat hal milik atas nama kakaknya yakni Selly Singgih,” kata Erdi dalam jumpa persnya di wilayah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (8/12/2022).
Menurut Erdi, awalnya kasus ini bermula dari adanya tawaran Bijaksana Ginting yang ingin menjual sebidang tanah di dekat rumah dinas Gubernur Sumatera Utara. Saat itu Bijaksana Ginting mengaku sebagai pemegang kuasa dari pemilik tanah yang bernama Tengku Syed Ali Mahdar.
“Proses jual beli tanah tersebut dilakukan tahun 2009 saat itu proses jual beli tak usai, bahkan Akta Jual Beli tak kunjung ditunjukan,” kata Erdi.
Karena tak kunjung usai proses pembeliannya dan juga berdasarkan dokumen dalam surat “Grand Sultan” bahwa pemilik yang sah bukan saudara Bijaksana Ginting maka pada tahun 2011 pihak pembeli yakni Amrick dan sang kakak yaitu Selly Singgih langsung bertemu dengan dengan pemilik yang sah yaitu Tengku Syed Ali Mahdar melalui Zulkarnaen Purba.
“Saat proses itu surat kuasa yang diberikan ke Bijaksana Ginting sudah dicabut. Dan proses jual beli sudah berjalan dengan lancar,” jelas Erdi.
Dilanjutkan oleh Erdi pada tahun 2016 pihaknya melaporkan Bijaksana Ginting ke Polrestabes Medan dengan pasal penipuan. Pelaporan dilakukan karena sudah diberikannya uang panjar dan pengurusan surat yang diberikan ke Bijaksana Ginting.
“Namun surat tersebut tak kunjung usai,” tegasnya.
Karena merasa tidak senang atas apa yang dilakukan oleh pembeli yang tidak lagi berhubungan dengan dirinya, barulah ditahun 2021 Bijaksana Ginting melaporkan Amrick menggunakan akta jual beli tanah antara Amrick dan Tengku Syed Ali Mahdar di Polda Sumut. Dia menilai jika Amrick belum membayarkan sisa pembelian tanah senilai Rp 6 miliar kepada dirinya.
“Harusnya laporan ini dihentikan karena yang bersangkutan bukan pemilik asli objek tanah. Dan dia sama sekali tidak dirugikan,” ucapnya.
Erdi menilai hal ini sangat aneh dan meminta atensi dari Karo Wasidik Mabes Polri Brigjen Iwan Kurniawan untuk mengambil alih persoalan ini. Ia menduga ada permainan antara oknum mafia tanah dengan oknum kepolisian di tingkat Polda Sumatera Utara.
“Kami sudah dua kali bersurat, terakhir adalah kemarin (7/12), semoga dengan langkah ini Mabes Polri bisa segera menindaklanjuti. Dan dalam waktu dekat kami pun akan mengadukan ini ke Kompolnas serta Komnas HAM,” tutupnya.