SPcom JAKARTA – Para mahasiswa asal Sulawesi Selatan (Sulsel) telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 14 ayat 1 dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Gugatan ini mengajukan permintaan agar pasal tersebut dikonseptualisasi secara limitatif dan tidak bersifat ambigu.
Gugatan diajukan oleh sejumlah mahasiswa, yakni Zulkifly, Mursil Akhsam, Andi Athallah Manaf, dan lainnya. Mereka menekankan bahwa Pasal 14 ayat 1 dan Pasal 15 tersebut bertentangan dengan beberapa pasal UUD 1945, antara lain Pasal 28 yang menegaskan kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran.
Pasal 14 ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong yang dapat menyebabkan keonaran di kalangan rakyat dapat dihukum penjara hingga sepuluh tahun.
Sementara Pasal 15 menjelaskan bahwa menyiarakan kabar tidak pasti atau berlebihan yang dapat menyebabkan keonaran bisa dihukum penjara hingga dua tahun.
Para pemohon mengklaim bahwa Pasal 14 tidak memberikan definisi yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan “keonaran di kalangan rakyat,” sehingga memberikan interpretasi yang subjektif.
Mereka berpendapat bahwa pasal tersebut dapat disalahgunakan dan menjerat siapa pun tanpa mempertimbangkan fakta dan bukti yang ada.
Para mahasiswa juga mencermati Pasal 15 yang menempatkan berita yang tidak pasti atau tidak lengkap sebagai unsur delik.
Dalam era perkembangan teknologi dan media sosial, di mana informasi dapat dengan mudah disebarkan, hal ini dapat menjadi kontroversial. Mereka menyatakan bahwa definisi konten berita yang tidak lengkap dalam konteks repost di media sosial bisa memberikan ketidakpastian dan menimbulkan risiko penggunaan yang sewenang-wenang.
Gugatan mahasiswa ini mencerminkan ketegangan antara perlindungan masyarakat dari berita palsu dan kebebasan berpendapat.
Sementara upaya untuk mengendalikan penyebaran informasi palsu mungkin diperlukan, pengaturan yang terlalu luas dan ambigu dapat membahayakan kebebasan berpendapat dan menyebabkan penyalahgunaan hukum.
Mahkamah Konstitusi diharapkan dapat mempertimbangkan keseimbangan yang tepat dalam menanggapi gugatan ini. (SP)