SPcom JAKARTA – Seorang hakim nonpalu Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Makassar berinisial IS dijatuhi sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat karena terbukti mengulangi perbuatan selingkuh.
Untuk kali kedua, IS menjalani sidang karena kasus serupa. Sebelumnya, ia dijatuhi sanksi nonpalu selama dua tahun dalam sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) pada 10 Desember 2020.
“Menjatuhkan sanksi disiplin kepada hakim terlapor dengan sanksi disiplin berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai hakim. Menolak pembelaan hakim terlapor IS untuk selain dan selebihnya,” ujar Hakim Agung Yasardin saat membacakan amar putusan dalam sidang MKH di Kantor Mahkamah Agung (MA), Selasa (23/1).
Sidang MKH yang merupakan usulan dari MA itu terdiri dari Hakim Agung Yasardin sebagai ketua majelis, dengan anggota Hakim Agung Soesilo dan Busra. Sementara perwakilan Komisi Yudisial (KY) terdiri atas M. Taufiq HZ, Joko Sasmito, Sukma Violetta, dan Binziad Kadafi.
IS terbukti telah melanggar angka 2.1 ayat 1 angka 7.1 Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua Komisi Yudisial Nomor: 04/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor: 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) jo Pasal 6 ayat 1.2 huruf a dan Pasal 11 ayat 1.3.3 huruf a jo Pasal 18 ayat 3 huruf c Peraturan Bersama MA dan KY Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 dan Nomor: 2/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan KEPPH.
Saat sedang menjalani sanksi etik, IS berselingkuh berulang kali dengan perempuan yang sama. Alasan ekonomi menjadi alasan IS tidak diterima MKH. Terlebih, tidak ada satu pun anggota keluarga yang mau hadir sebagai saksi bagi IS.
IS yang kala itu bertugas di Jayapura terbukti berselingkuh dengan perempuan berinisial M. Saat itu, M sedang melakukan gugatan cerai dan IS sebagai hakim anggota perkara tersebut. IS sempat terbukti memalsukan akta perceraian demi bisa berhubungan dengan M.
Pelapor yang merupakan istri IS kemudian melaporkan perselingkuhan tersebut ke Badan Pengawas (Bawas) MA.
Dalam MKH pertama, IS mengajukan saksi meringankan yaitu istri terlapor yang juga sebagai pelapor dan bukti surat. Dalam kesempatan itu, IS menyampaikan pembelaannya secara lisan berupa pengakuan, penyesalan, dan permohonan maaf atas perbuatan yang telah dilakukannya serta berjanji akan berubah menjadi pribadi yang baik.
IS berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. MKH kemudian menjatuhkan sanksi nonpalu selama dua tahun di PTA Makassar.
Akan tetapi, seiring waktu berjalan, IS kembali mengulangi kesalahan karena masih berhubungan dengan M. Puncaknya, pelapor yang masih istri sah IS bersama anak-anak mereka membuntuti IS yang sedang berkunjung ke rumah adik M pada 15 Juni 2022.
IS tertangkap basah sedang berada di rumah adik M di mana M juga berada di sana. Pelapor kemudian membuat laporan ke polisi pada 29 Juni 2022 dengan dugaan perzinaan dan ke Bawas MA pada 30 Juni 2022 atas kasus perselingkuhan. Di penghujung 2023, pelapor dan IS resmi bercerai.
Dalam pembelaannya, IS menyatakan sudah berusaha memperbaiki hubungan sebagai suami-istri selama tiga bulan pertama setelah putusan MKH pertama, tetapi tidak berhasil.
Di bulan kelima, IS mengajukan izin melakukan perceraian tetapi diurungkan karena nasihat dari atasan. Masalah ekonomi akibat sanksi juga menjadi penyebab ketidakharmonisan antara IS dan pelapor. IS juga mengaku hanya bertemu M sebanyak dua kali dengan alasan bisnis. (SP)