SPcom JAKARTA – Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah, Abdul Rohim Ghazali menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu mencabut pernyataannya soal presiden boleh memihak dan berkampanye dalam pemilu.
Menurut dia, memang dari segi normatif diperbolehkan berkampanye seperti yang tertuang di Pasal 299 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dengan syarat mesti cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara.
Dia mengatakan, secara etik pernyataan itu tidak tepat dilontarkan oleh seorang presiden yang mestinya netral.
“Harus dilihat dulu ya pernyataan presiden itu sebagai kepala negara atau sebagai kepala keluarga. Kalau sebagai kepala negara ya seharusnya tidak ngomong seperti itu jadi ya harus dicabut pernyataan itu. Tapi kalau sebagai kepala keluarga ya mau gimana lagi kita hanya melihat itu sebagai sesuatu yang mungkin secara etik dipertanyakan,” kata Abdul, Minggu (28/1/2024).
Sebelumnya, Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mesti cabut pernyataan bahwa presiden boleh berkampanye dan berpihak.
Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo menyampaikan perlu dicabutnya pernyataan itu karena menjurus ke arah tidak netralnya presiden dalam pemilu.
“Meminta kepada Presiden untuk menjadi teladan yang baik dengan selalu taat hukum dan menjunjung tinggi etika dalam penyelenggaraan negara,” ujarnya.
Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah juga mendesak Presiden Jokowi untuk menghindarkan diri dari segala bentuk pernyataan dan tindakan yang berpotensi menjadi pemicu fragmentasi sosial, terlebih dalam penyelenggaraan Pemilu yang tensinya semakin meninggi.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan presiden boleh memihak dan berkampanye. Namun saat berkampanye, tidak boleh menggunakan fasilitas negara.
Pernyataan itu disampaikan Jokowi usai acara serah terima pesawat Hercules dan Panther di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta. Dalam acara itu, hadir pula Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
“Ini kan hak demokrasi, hak politik setiap orang, setiap menteri, sama saja. Yang paling penting, presiden itu boleh lho kampanye, presiden itu boleh lho memihak, tapi yang terpenting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara, boleh lah. Kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik,” ucap Jokowi, Rabu (24/1/2024).
Presiden Jokowi kemudian pada Jumat (26/01/24) kembali menegaskan pernyataan itu agar tidak ditarik ke mana-mana.
“Ini saya tunjukkin. Undang-Undang nomor 7 tahun 2017, jelas. Menyampaikan di pasal 299 bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye. Jelas,” ujar Presiden Jokowi menunjukkan poster besar kutipan pasal Undang-Undang Pemilu, Jumat (26/01/24).
Jokowi meminta agar pernyataannya tak diintepretasikan ke mana-mana. Dia menegaskan hanya menyampaikan ketentuan peraturan perundangan karena ditanya. (SP)