Tolak Uang Pangkal, Puluhan Mahasiswa Berkemah di Kampus, Rektorat UGM Angkat Bicara

SPcom DIY – Puluhan mahasiswa mendirikan tujuh tenda kemah di halaman depan Gedung Balairung UGM Sleman, DIY, sejak Senin (27/5) dengan bertjuan memprotes kebijakan IPI alias uang pangkal yang diberlakukan kampus tersebut.

Humas Aliansi Mahasiswa UGM, Maulana, mengatakan mereka menolak penerapan IPI ke semua golongan UKT jalur mandiri, kecuali golongan nol yang mulai diberlakukan 2024 ini. Padahal, UGM sebelumnya tidak pernah memberlakukan uang pangkal.

Penerapan IPI ke semua golongan kecuali golongan nol ini, kata Maulana, otomatis mengecilkan peluang bagi para mahasiswa yang tidak mampu maupun golongan menengah ke bawah. Menurut dia, kebijakan ini bahkan membuat sejumlah calon mahasiswa batal mendaftar di UGM.

Pihaknya mengutip informasi dari laman resmi UM UGM, di mana IPI akan dikenakan kepada seluruh mahasiswa baru jalur seleksi mandiri Bahkan, bukan cuma mahasiswa baru jalur UM UGM CBT, tapi juga mahasiswa jalur Penelusuran Bibit Unggul (PBU), sehingga dinilai berseberangan dengan semangat universitas kerakyatan yang diusung UGM.

“Jikalau pun rektor, pimpinan, ataupun jajarannya tidak menemui kami, kami beri waktu seminggu maka kami akan melanjutkan konsolidasi yang lebih besar, kami akan turun (dengan aksi) lebih besar untuk menggugat kampus, untuk mencabut uang pangkal dari universitas kerakyatan ini,” kata Maulana, Selasa (28/5).

Saat dikontak kembali pada Rabu (29/5) pagi, Maulana mengatakan ia dan rekan-rekannya masih berkemah di depan kantor rektorat UGM tersebut. Namun, pada pagi ini mereka akan melakukan aktivitas wajib sebagai mahasiswa terlebih dulu yakni masuk kelas kuliah.

Pihak rektorat Universitas Gadjah Mada (UGM) angkat bicara soal kebijakan iuran pembangunan atau iuran pengembangan institusi (IPI) alias uang pangkal yang diprotes mahasiswanya tersebut.

Sekretaris Universitas UGM, Andi Sandi Antonius menuturkan pihak rektorat tak mempersoalkannya. Bahkan, kata dia, pimpinan universitas juga berencana menemui para mahasiswa dalam satu atau dua hari ke depan.

“Jadi bu Rektor itu memang masih dalam perjalanan menuju balik ke Indonesia karena ada tugas ke Qatar dan kami pimpinan universitas yang ada di Jogja itu siap ketemu dengan teman-teman mahasiswa,” kata Andi saat dihubungi, Selasa (28/5) malam.

“Tapi, proses ini, untuk ketemu dengan mahasiswa juga harus ada koordinasi,” imbuhnya.

Andi juga mengatakan rektorat UGM membuka peluang mengembalikan kebijakan IPI seperti tahun 2023 lalu.

Langkah itu, katanya, berkaitan dengan terbitnya edaran dari Kemendikbudristek Nomor: 0511/E/PR.07.04/2024 tanggal 27 Mei 2024 tentang Pembatalan kenaikan UKT dan IPI Tahun Akademik 2024/2025.

“Terkait dengan IPI dan lain-lain, kalau kemudian itu kembali 2023 ya ini chance-nya, tapi kan kita akan konsultasi ke kementerian dulu, tidak bisa sepihak menentukan untuk yang IPI. IPI itu kalau berdasarkan periode tahun akademik yang lalu IPI hanya dikenakan untuk mahasiswa yang direkrut melalui ujian Mandiri dan juga yang ditetapkan mendapatkan UKT tertinggi,” kata Andi.

Meski masih sebatas kemungkinan, Andi menekankan jika Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) dan Kepmendikbudristek Nomor 54 Tahun 2024 tetap menjadi acuan penentuan UKT atau kebijakan terkait IPI nanti.

“Kita diminta UGM itu per 5 Juni harus dikirimkan, usulan dari UGM untuk (skema) UKT dan IPI,” ujarnya.

Adapun untuk ketentuan IPI yang mendapat penolakan, Andi menjelaskan skema penerapannya diperuntukkan kepada calon mahasiswa jalur mandiri dan disesuaikan dengan golongan UKT yang dikenakan.

Andi menguraikan, penerapan UKT di UGM dibagi menjadi ke dalam lima golongan yang meliputi golongan UKT dengan subsidi 100 persen, 75 persen, 50 persen, 25 persen, dan golongan UKT unggul. Dalam hal pembayaran uang pangkal, besaran yang dibayarkan pun sesuai dengan golongan UKT calon mahasiswa.

“Perbedaan dengan tahun yang lalu, jadi IPI-nya itu (sekarang) dikenakan untuk semua golongan sesuai dengan golongannya,” kata Andi.

Andi memberikan contoh penerapan skema IPI ini. Apabila seorang calon mahasiswa berada di golongan UKT subsidi 75 persen maka yang bersangkutan mendapat subsidi 75 persen untuk pembayaran IPI.

Dia lalu memberikan contoh besaran IPI klaster sosial humaniora (soshum) di angka Rp20 juta, dan calon mahasiswa tadi memperoleh subsidi 75 persen sesuai golongan UKT-nya. Maka, besaran IPI yang harus dibayarkan 25 persen dari Rp20 juta, yakni Rp5 juta. Skema semacam ini juga berlaku pada golongan UKT lainnya.

“(UKT subsidi 100 persen) ya IPI-nya 100 persen, jadi enggak bayar juga,” jelasnya. (SP)

KemahMahasiswaUang pangkalugm
Comments (0)
Add Comment