Mitos Pasar Bubrah, Pasar Gaib di Gunung Merapi

Bagi pendaki, tempat ini bukan hanya penanda batas pendakian, tetapi juga tempat untuk merasakan pengalaman mistis yang tak terlupakan

SPcom JAKARTA – Untuk para pendaki gunung, mitos sering menjadi hal yang perlu untuk di perhatikan. Terlebih mitos mengenai pasar gaib yang berada di gunung Merapi.  Ya, Pasar Bubrah, yang lokasinya di puncak atau pos 4 pada pendakian gunung tersebut.

Tempat tersebut dipercaya sebagai lokasi di mana, makhluk tak kasat mata berkumpul untuk bertransaksi layaknya pasar di dunia nyata. Meski tidak bisa melihat secara langsung bagaimana penampakan ‘pasar’ tersebut, banyak pendaki yang mengaku kerap mendengar suara bising di lokasi itu.

Pasar Bubrah bukanlah pasar tradisional, melainkan area lapang penuh pasir yang terletak di dekat puncak Merapi. Tempat ini menjadi batas akhir bagi pendaki yang ingin menjelajah gunung tersebut. Banyak pendaki yang meyakini bahwa Pasar Bubrah adalah lokasi pasar gaib, tempat makhluk tak kasat mata berkumpul dan bertransaksi.

Pendaki sering mendengar suara bising layaknya pasar tradisional, bahkan suara gamelan, di tempat ini. Bagi pendaki, tempat ini bukan hanya penanda batas pendakian, tetapi juga tempat untuk merasakan pengalaman mistis yang tak terlupakan.

Para pendaki biasanya diberitahu tentang kawasan ini agar tidak panik saat mengalami kejadian mistis. Konon, ada tradisi melempar koin di Pasar Bubrah sebagai bentuk penghormatan kepada makhluk halus yang mendiami tempat tersebut.

tokoh masyarakat Desa Samiran, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Mujiono mengungkapkan, berdasarkan penuturan para sesepuh, konon ketika warga akan naik ke puncak Gunung Merapi saat momen sedekah gunung, mereka akan mendengar suara ramai bak pasar di lokasi tersebut.

“Zaman ratu, cerita para sepuh dahulu, warga yang mengadakan sedekah gunung, ketika naik pada tengah malam sampai atas kan pagi. Sebelum sampai di Pasar Bubar itu mendengar banyak suara-suara orang seperti di pasar dari arah atas. Sampai di tempat itu sepi, nggak ada orang, tinggal bekas-bekasnya saja seperti di pasar, seperti pincuk, bekas-bekas orang jajan. Maka kemudian disebut pasarnya sudah bubar, pasar bubar. Sampai sekarang,” jelas mantan Kepala Dusun Samiran ini.

“Juga ada yang mendengar suara kuda mbeker (berteriak) dan melihat sosok orang tua berjubah dan berjenggot,” kata dia. “Orang tua berjenggot itu oleh warga yang disebut Mbah Simbar Joyo,” lanjut Mujiono. (SP)

gunungmerapimitospasar
Comments (0)
Add Comment