SPcom JAKARTA – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim menghadiri rapat terakhir dengan Komisi X DPR sebelum purnatugas sebagai menteri. Nadiem membacakan sebuah puisi yang berisi refleksi dirinya soal kondisi dunia pendidikan Indonesia.
“Bapak dan ibu proses transformasi membutuhkan sabar. Hampir lima tahun kami sibuk menanam akar baru sekarang bunga perubahan terlihat mekar di tangan anda semua saya titipkan merdeka belajar,” ujar Nadiem membacakan bait penutup puisi saat rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (11/9).
Adapun Merdeka Belajar adalah salah satu program yang dijalankan Kemendikbudristek di bawah kepemimpinan Nadiem. Salah satu pecahan program tersebut adalah program Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang berupaya melakukan pencocokan dunia pendidikan dengan industri.
Namun, program itu kerap dikritik lantaran tak menjawab salah satu problem utama pendidikan di Indonesia salah satunya masalah mahalnya biaya pendidikan tinggi.
Berikut adalah puisi yang dibacakan Nadiem.
Zaman dulu murid merasa berat bangun di pagi hari, memakai seragam sekolah terasa tegang di hati.
Karena anak itu tahu sesaat lagi dia akan masuk ruang kelas yang menakuti.
Zaman dulu setiap kesalahan dikenai hukuman setiap pertanyaan dipermalukan.
Relevansi dari ajaran semakin membingungkan, dari hari ke hari ia semakin ketinggalan.
Bukan hanya anak loh yang ketakutan ibu guru pun tak bisa nafas mengejar pembelajaran materi ajar serasa kereta tanpa batas kecepatan beban birokrasi membuat guru seperti tahanan.
Tetapi, di dalam hati setiap anak ada mimpi yang tersembunyi keinginan untuk belajar tanpa dihakimi.
Kepercayaan yang kuat bahwa dia punya kompetensi. Keinginan untuk dilihat sebagai manusia mandiri.
Dan setiap guru punya firasat di dalam hati bahwa mereka bahwa mungkin metode kuno sudah tidak relevan lagi.
Bahwa pembelajar sepanjang hayat tidak mungkin bisa diproduksi dengan kekakuan dengan penghafalan dan standarisasi.
Baik anak maupun guru harus diberikan ruang untuk berkreasi berinovasi bahkan untuk berjuang.
Ruang kelas menjadi panggung dan juga peluang untuk menemukan jati diri setiap orang.
Pada hari ini kita semua bergabung untuk melihat apa yang terjadi kalau murid dan guru diberikan panggung untuk membuktikan bahwa kreativitas dan kolaborasi sama pentingnya dengan berhitung karena ini lah resep yang membuat mimpi setiap anak melambung.
Bapak dan ibu proses transformasi membutuhkan sabar. Hampir lima tahun kami sibuk menanam akar baru sekarang bunga perubahan terlihat mekar di tangan anda semua saya titipkan merdeka belajar. (SP)