SPcom JAKARTA – Sebuah usulan menaruh Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sedang ramai diperbincangkan. Pakar hukum tata negara hingga pemerhati kebijakan publik mengkritisi usulan tersebut. Gagasan itu dianggap menabrak aturan tata negara yang berlaku saat ini.
Pakar Hukum Tata Negara, M. Junaidi menilai usulan untuk menempatkan Polri di bawah Kemendagri sangatlah tidak sesuai. Sebab, Kemendagri lebih cenderung mengurusi hal-hal terkait penyelenggaraan pemerintahan di dalam negeri, terutamanya yang berkaitan dengan pemerintahan daerah (pemda).
Oleh karena itu, ia menilai jika Polri ditarik ke bawah Kemendagri maka akan nanti terjadi tumpang tindih kewenangan hingga kontrol oleh presiden tak akan maksimal. Belum lagi,tugas Kemendagriyang berjibun akan semakin kompleks dan terbebani jika ditambah pula dengan mengurusi Polri.
“Ngawur ini. Kita harusnya paham jika sistem penyelanggaraan pemerintahan kita lebih cenderung ke presidensial, maka menurut saya akan jadi salah kaprah atau bisa overlaping. Karena kalau ditarik ke Kemendagri, kontrol dari presiden malah tidak akan maksimal,” ujarnya, Minggu (1/12).
Lebih lanjut, Junaidi mengatakan kedudukan Polri di bawah Presiden langsung tak lepas dari sistem pemerintahan presidensial yang diterapkan di Indonesia. Di sistem ini, presiden punya kekuasaan tertinggi dalam konteks pertahanan dan keamanan berdasarkan UUD 1945.
“Dilihat fungsi Polri sebagai penegak hukum, maka kedudukan Polri juga sama dengan Kejaksaan dan KPK yang berada pada kedudukan di bawah presiden langsung”, jelas Junaidi.
Soal kritik yang menyebut Polri jadi alat politik penguasa dan tidak netral dalam konstelasi politik, Junaidi menyarankan lebih baik diubah sistem kepemimpinan di Polri. Polri yang saat ini dipimpin Kapolri, diubah menjadi dipimpin beberapa komisioner. Alhasil, keputusan yang diambil nantinya bersifat kolektif kolegial.
“Polri bisa diubah bukan dipimpin oleh seorang Kapolri, tapi pimpinannya adalah komisioner-komisioner. Kepemimpinan oleh para komisioner maka ketika membuat keputusan dapat dilakukan secara kolektif kolegial, yang artinya bersama-sama. Nah konsep bersama-sama ini akan memperkuat pertimbangan putusan yang dibuat oleh Polri dalam rangka penegakan hukum yang kemudian dilaksanakan di NKRI,” ucapnya.
Sementara, Koordinator Lembaga Kebijakan Publik dan Hukum Omah Publik, Nanang Setyono menilai wacana itu bernuansa politis sesaat imbas dinamika Pilpres dan Pilkada.
“Mereka yang berteriak ini kan karena kalah dalam Pilpres dan Pilkada, terus melontarkan isu, tuduhan, katanya Polri yang disebut Partai Coklat bergerak masif menggalang dukungan untuk calon tertentu yang ditunjuk penguasa,” kata Nanang.
Nanang menyebut bila Polri di bawah koordinasi Kemendagri atau TNI maka akan menunjukkan kemunduran pola pikir. Sebab, keluarnya Polri dari TNI, yang kemudian di bawah koordinasi presiden langsung adalah hasil reformasi.
“Saya bingung ini pola pikirnya kok dibalik-balik. Dulu Polri di bawah TNI, terus ditarik langsung di bawah presiden, ini karena lahir dari Reformasi. Ini kok diinginkan kembali lagi di bawah TNI atau Kemendagri, malah pemikiran yang mundur,” imbuhnya.
Ia mengimbau pihak-pihak yang menuding Polri berpihak dalam politik praktis agar bisa membuktikan klaim tersebut supaya bisa menghukum mereka yang melanggar netralitas, bukan malah menghukum satu institusi.
“Silakan dibuktikan, kemudian memberi hukuman kepada siapa yang terbukti tidak netral. Bukan menghukum institusi Polri dengan merubah nomenklatur kelembagaannya yang menurut saya bisa melemahkan peran dan profesionalismenya,” pungkasnya.
Untuk diketahui, usulan Polri di bawah Kemendagri disampaikan oleh Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus. Pihaknya mempertimbangkan usulan Polri di bawah Kemendagri supaya tak ada intervensi di ajang Pemilu.
“Perlu diketahui bahwa kami sudah sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali agar Kepolisian Negara Republik Indonesia kembali di bawah kendali Panglima TNI. Atau agar Kepolisian Republik Indonesia dikembalikan ke bawah Kementerian Dalam Negeri,” ujar Deddy dalam konferensi pers.
Ia menilai sebaiknya Polri fokus terhadap tugas pengamanan terhadap masyarakat. Di luar kewenangan itu, baiknya bukan menjadi ranah kepolisian.
“Tugas polisi mungkin jika nanti DPR RI bersama-sama bisa menyetujui, menjaga lalu lintas kita supaya aman dan lancar, berpatroli keliling dan rumah-rumah agar masyarakat hidup dengan tenang,” tutur Deddy. (SP)