SPcom JAKARTA – Pemerintah Indonesia termasuk Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), Kementerian Perlindungan Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI), tengah berkolaborasi mengkaji pembatasan usia penggunaan media sosial bagi anak-anak sebagai bagian dari misi perlindungan generasi muda.
“Kami sedang mempertimbangkan usia yang cocok untuk diterapkan di Indonesia. Budaya kita berbeda dengan Australia yang sudah menetapkan batas usia 16 tahun,” ujar Plt Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Kemkomdigi, Molly Pratiwi, Selasa (17/12).
Kemudian, MUI menjadi salah satu pihak yang mendukung penuh wacana ini. Ketua MUI, Masduki Baidlowi, mengungkapkan pembahasan usia pengguna media sosial akan menjadi agenda utama dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) MUI.
“Pembatasan usia ini penting, tapi berapa batasnya akan kami diskusikan lebih lanjut. Keputusannya akan difinalisasi besok,” jelas Masduki.
Pembatasan usia ini dinilai sejalan dengan nilai-nilai Islam yang mendorong perlindungan terhadap anak-anak dari dampak buruk dunia digital.
Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono, menyoroti dampak negatif dunia digital terhadap mental dan perilaku anak yang semakin mengkhawatirkan.
Ia mendukung adanya undang-undang yang membatasi akses anak-anak ke media sosial, seraya mendorong literasi digital secara masif.
“Pembatasan usia penting, tetapi yang lebih utama adalah penguatan literasi digital, melalui keluarga, pendidikan, dan ruang publik lainnya,” kata Aris.
Molly Pratiwi dari Kemkomdigi juga mengingatkan bahwa penggunaan gadget yang tidak sesuai dapat membawa risiko besar, terutama bagi anak-anak yang terpapar konten negatif.
“Generasi muda adalah aset bangsa. Melindungi mereka dari konten negatif adalah bagian dari membentuk generasi unggul menuju Indonesia emas 2045,” katanya.
Beberapa negara telah lebih dahulu menerapkan kebijakan serupa. Australia, misalnya, telah menetapkan batas usia 16 tahun untuk akses media sosial. Namun, Molly menegaskan bahwa pendekatan di Indonesia harus disesuaikan dengan budaya dan kebutuhan lokal.
“Tunggu saja tanggal mainnya, kami masih mematangkan kajian agar kebijakan ini relevan dengan masyarakat Indonesia,” ujar Molly.
Pemerintah berharap kebijakan ini tidak hanya melindungi anak-anak dari dampak negatif media sosial, tetapi juga meningkatkan literasi digital secara menyeluruh, serta menciptakan generasi muda yang lebih bijak, unggul, dan siap menghadapi tantangan di era digital. (SP)