SPcom JAKARTA – Dalam penggeledahan kantor Dinas Kebudayaan Jakarta yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) ditemukan ratusan stempel palsu yang kini telah disita oleh penyidik.
“Kami menemukan ratusan stempel palsu,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jakarta, Syahron Hasibuan, dalam keterangannya, Kamis (19/12/2024).
Penggeledahan ini berkaitan dengan dugaan penyimpangan anggaran kegiatan yang bersumber dari Anggaran Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta tahun 2023. Nilai kegiatan yang diduga bermasalah mencapai Rp150 miliar.
Penyelidikan kasus ini telah dilakukan sejak November 2024. Setelah mendapatkan bukti awal, Kejati Jakarta meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan pada 17 Desember 2024.
Pada 18 Desember 2024, tim penyidik dari Bidang Pidana Khusus Kejati Jakarta menggelar penggeledahan serentak di beberapa lokasi, termasuk kantor Dinas Kebudayaan Jakarta, untuk mengumpulkan bukti tambahan.
Selain kantor Dinas Kebudayaan, penggeledahan juga dilakukan di empat lokasi lain, yakni, kantor dan rumah milik Event Organizer (EO) GR-Pro, dua rumah di kawasan Kebon Jeruk, sebuah rumah di Matraman.
Dalam operasi tersebut, penyidik menyita sejumlah barang bukti, yaitu laptop, ponsel, komputer, dan flashdisk. Uang tunai. Dokumen penting terkait kegiatan yang diduga bermasalah.
“Barang-barang ini akan dianalisis lebih lanjut, termasuk pemeriksaan forensik digital, untuk mengungkap detail dugaan tindak pidana dan melengkapi alat bukti,” tambah Syahron.
Syahron belum memberikan rincian terkait bentuk penyimpangan yang terjadi, namun penyidikan terus berlanjut untuk memperjelas modus operandi dalam kasus ini.
“Analisis forensik terhadap dokumen dan perangkat digital yang disita akan membantu membuat terang kasus ini dan menyempurnakan alat bukti,” ungkapnya.
Kejati Jakarta menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini dan menyeret pihak-pihak yang terlibat ke meja hijau. Dengan nilai anggaran yang besar, dugaan penyimpangan ini berpotensi merugikan keuangan negara secara signifikan.
Pengungkapan kasus ini juga menjadi peringatan keras bagi institusi pemerintah untuk menjalankan pengelolaan anggaran secara transparan dan akuntabel. (SP)