Tanggapi Pengelolaan TPR Desa Air Sebayur, Kadis DPMD BU: Harus Sesuai Regulasi

Tanggapi Pengelolaan TPR Desa Air Sebayur, Kadis DPMD BU: Harus Sesuai Regulasi

SPcom BENGKULU – Mencuatnya persoalan pengelolaan Tempat Pemungutan Retribusi (TPR) oleh Pemerintah Desa Air Sebayur, Kecamatan Pinang Raya, mendapat tanggapan dari Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Bengkulu Utara, Rahmat Hidayat.

Rahmat menegaskan, bahwa setiap kegiatan desa diperbolehkan selama memenuhi regulasi dan tidak bertentangan dengan hukum.

“Terkait kegiatan desa, selagi memenuhi regulasi dan tidak bertentangan dengan hukum, hal itu sah-sah saja,” ujar Rahmat, Kamis (30/1/2025).

Namun, ia mengingatkan bahwa retribusi termasuk dalam kategori Pendapatan Asli Desa (PADes), yang harus memiliki dasar hukum yang jelas. Serta diatur penggunaannya sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

“Kalau berbicara soal pendapatan asli desa, itu wajib masuk ke dalam APBDesa dan penggunaannya baru bisa dilakukan di tahun berikutnya,” jelasnya.

Sebagai contoh, Rahmat menyebut jika tahun ini desa memperoleh PADes sebesar Rp 150 juta. Maka berdasarkan Musyawarah Desa (Musdes), dana tersebut baru bisa dikelola pada tahun 2026.

Rahmat juga menyoroti pentingnya Peraturan Desa (Perdes) sebagai dasar hukum dalam pengelolaan TPR. Ia menegaskan bahwa Perdes tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan harus melalui mekanisme yang benar.

“Perdes harus memenuhi kaidah yang berlaku dan tidak bisa hanya sekadar disepakati dalam musyawarah. Selain itu, harus dikonsolidasikan dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Jika tidak memenuhi syarat, maka Perdes tersebut tidak bisa dijadikan dasar hukum,” tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Desa Air Sebayur, Kadarol, mengakui bahwa pengelolaan TPR Desa sudah dilakukan sejak tahun 2018 berdasarkan Perdes yang ada.

Namun, ia mengungkapkan bahwa uang hasil retribusi tidak pernah dimasukkan dalam laporan keuangan desa sebagai PADes.

“Uang dari pengelolaan TPR Desa selama ini tidak masuk ke dalam Pendapatan Asli Desa. Uang yang dikumpulkan dikelola secara tersendiri dan digunakan untuk berbagai kegiatan desa, seperti perayaan 17 Agustus dan Suro-an,” ujar Kadarol, Rabu (29/1/2025).

Ia menjelaskan bahwa setiap kendaraan yang melewati TPR dikenakan tarif Rp 4.000, yang hasilnya dibagi dua antara petugas penarik retribusi dan kas desa.

“Rp 2.000 masuk ke kas desa, sementara Rp 2.000 diberikan kepada petugas penarik di lapangan,” ungkapnya. (YG4)

BengkuluRetribusi
Comments (0)
Add Comment