SPcom JAKARTA – Baru-baru ini dikabarkan bahwa perluasan tentara aktif dapat menjabat di 16 Kementerian/Lembaga sipil dalam RUU TNI, tengah ramai diperbincangkan. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi pun buka suara. Prasetyo menjelaskan bahwa kondisi tersebut dirancang sesuai perkembangan zaman.
“Kan begini, tentunya dalam perkembangan zaman, pastilah kami mempelajari bahwa ada hal-hal tertentu yang belum diatur kan begitu,” ujar Pras di Kantor Kemenpan-RB, Jakarta, Senin, 17/3/2025.
Ia berharap agar kedepannya penugasan TNI dapat lebih jelas dikarenakan yang sebelumnya belum diatur, dapat diatur dalam RUU tersebut nantinya.
Ke depannya, Prasetyo berharap terjadi penugasan-penugasan tertentu oleh prajurit TNI, maka tidak dianggap melanggar Undang-Undang (UU).
“Semangatnya itu,” tuturnya.
Ia kemudian mencontohkan perkembangan ilmu mengenai siber pada zaman dulu belum ada dan menyebut UU TNI yang berlaku pada saat ini belum mengatur terkait penanganan di bidang siber.
Bagi Prasetyo, hari ini perkembangan dunia mengharuskan bahwa TNI harus mempunyai kemampuan untuk perang siber.
“Ini kan perkembangan yang sekali lagi menurut saya, semangatnya, semangatnya positif, maka semua bisa kita cari jalan keluarnya,” katanya.
Ia pun tidak mempermasalahkan bila banyak pihak yang menolak RUU TNI. Baginya, demokrasi dibolehkan, tetapi tidak boleh kebablasan dan harus konstruktif.
Lalu, Prasetyo menyinggung menyoal pihak yang selama ini kontra terhadap rencana yang pasti dianggap tidak baik dan tidak benar. Sementara itu, ia menyebut TNI belum bekerja tetapi sudah dicurigai.
“Agak-agak susah kalau seperti itu. Namun, tidak apa-apa ini bagian dari dialektika tetapi tentunya kami pemerintah terus membuka diri terhadap masukan tetapi juga kami juga kami berkewajiban untuk terus memberikan kesadaran kepada kita semua mari bergotong royong. Apa pun itu ini semua demi kepentingan kita,” terangnya.
Prasetyo membantah anggapan RUU TNI tersebut menghidupkan lagi dwifungsi ABRI seperti pada era Orde Baru (Orba).
“Enggak enggak, kita pastikan tidak,” tegasnya.
Ia meminta agar publik tidak mengartikan penambahan tugas prajurit TNI di luar perang sebagai kembalinya dwifungsi dan juga panembahan posisi sipil yang bisa diduduki oleh prajurit TNI.
“Contoh misalnya dalam hal penanganan bencana itu kan saudara-saudara kita semua tau bahwa teman-teman TNI/Polri, tentu beserta dengan teman-teman lain selalu jadi garda terdepan dalam melaksanakan tugas-tugas penanganan bencana,” sambungnya.
Sebelumnya, pemerintah dan komisi I DPR mengusulkan penambahan posisi sipil di Kementerian/Lembaga yang dapat diduduki oleh Prajurit TNI aktif bertambah dari semula 10 menjadi 16 lembaga.
Berdasarkan daftar Inventarisasi masalah (DIM) RUU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang dibahas per Sabtu, 15 Maret 2025 yang saat ini tengah dibahas oleh pemerintah dan DPR.
Dalam UU TNI yang masih berlaku saat ini, prajurit TNI aktif dapat menempati Kementerian Bidang Koordinator Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung (MA).
Lalu, dalam draf RUU TNI yang tengah dibahas saat ini terdapat tambahan enam pos baru yang dapat ditempati TNI aktif, yaitu kelautan dan perikanan, BNPB, BNPT, keamanan laut, dan Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). (SP)