SPcom BANTEN – Satu per satu kasus korupsi di Pemerintah Provinsi Banten terkuak. Hingga kini, ada empat kasus korupsi, tiga diantaranya telah ada tersangkanya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten, Al Muktabar menegaskan, akan membongkar kasus-kasus korupsi yang melibatkan ASN. Ini merupakan langkah ‘bersih-bersih’ Pemprov Banten dari praktik korupsi.
Seperti dalam kasus dugaan pemotongan pada dana hibah Pondok Pesantren (Ponpes). Sudah ada lima tersangka yakni Es dari swasta, AS pengurus Ponpes, AG pegawai honorer di Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra), IS mantan Kabiro Kesra Pemprov Banten dan T sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Kedua, dugaan korupsi pada pengadaan lahan gedung Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Malingping. Dalam kasus ini, Kepala UPT Samsat Malimping, SMD jadi tersangka.
Ketiga, dugaan korupsi pengadaan masker KN95 dengan menetapkan satu tersangka ASN Dinkes Banten serta dua dari swasta.
Tidak hanya itu, lanjut Al Muktabar, ada satu lagi dugaan korupsi yang berada di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banten dalam pengadaan lahan SMAN 30 Kabupaten Tangerang, di Kecamatan Sukamulya.
Kasus ini mulai diselidiki pihak Pemprov Banten sejak adanya laporan dari Forum Komunikasi Tokoh Masyarakat Kecamatan Sukamulya pada 18 Mei 2021. Di dalam laporan tersebut diterangkan bahwa lokasi yang dibeli oleh Dindik Banten tidak sesuai dengan usulan program awal.
“Saya telah menurunkan tim ke lapangan untuk mengecek kebenarannya. Dan dari laporan mereka yang benar adalah ke 3 usulan titik ini,” tegasnya.
Titik usulan lahan berada di Kampung Selon RT.001/003 Desa Kaliasin dengan luas 19, 200 meter persegi, di Kampung Selon RT.002/005 Desa Parahu dengan luas 10.000 meter persegi, dan di Kampung Jubleg Rt.004/06 Desa Benda dengan luas 15.000 meter persegi.
Namun malah pihak Dindikbud malah akan membeli lahan di Desa Merak, yang hanya memiliki luas 6.000 meter persegi.
Padahal dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007. Dimana lahan untuk SMA sederajat minimal 10.000 meter persegi,
“Jika benar itu titik lokasi lahan yang akan dibayar dan dibangun, tidak sesuai dengan standar sarana dan prasarana. Patut juga dicurigai,” ucap Al Muktabar.
Dirinya menduga ada potensi perbuatan rencana melawan hukum yang dilakukan Dindikbud Provinsi Banten bersama sejumlah oknum lainnya. Apalagi ini sudah tidak sesuai dengan usulan masyarakat.
“Sehingga apa yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sesuai dengan usulan dan hasil kajian yang dikehendaki,” terangnya.
Sekda Al Muktabar selaku pimpinan tertinggi ASN di Pemprov Banten, tidak dapat bicara banyak melihat kenyataan tersebut.(HR)