SPcom SAMARINDA – Seorang kepala sekolah salah satu sekolah kejuruan di Penajam Paser Utara (PPU) berinisial DT (58) ditangkap Unit Reskrim Polresta Samarinda atas tuduhan persetubuhan siswi SMP berusia 14 tahun.
DT ditangkap pada, Selasa (5/10/2022) di sebuah hotel yang berada di kawasan Samarinda Kota di Kalimantan Timur (Kaltim).
Kapolresta Samarinda Komisaris Besar Polisi Ary Fadly mengungkapkan, pertemuan awal keduanya dari sebuah aplikasi pesan MiChat.
“Mereka ini berkenalan sekitar bulan Maret 2022, dari situ mereka saling bertukar nomor WhatsApp dan saling memberitahu identitas masing-masing,” jelas Ary kepada awak media, Senin (10/10/2022).
Setelah perkenalan itu pelaku dan korban pun saling berkomunikasi di WhatsApp melalui video call. Aksi tak senonoh pelaku mulai dilakukan saat korban beberapa kali menunjukkan payudara.
Hingga akhirnya pelaku DT pun meyakinkan korban dan keduanya memiliki jalinan hubungan sebagai pasangan suami istri.
“Dari situ pelaku pun mulai melakukan perbuatan cabul sebanyak tiga kali dan satu kali persetubuhan,” terangnya.
Aksi tak senonoh itu dilakukan pelaku di empat tempat berbeda. Yakni di rumah korban, di pinggir jalan saat berada di dalam mobil, dan terakhir di hotel.
Awal pertemuan keduanya terjadi pada Agustus 2022 di depan rumah korban. Di sana pelaku mulai melancarkan aksinya dengan meminta korban membuka celananya
Karena dalam kondisi datang bulan, saat itu pelaku dan korban hanya saling bersentuhan sekaligus bermesraan.
“Setelah itu korban diberi uang sebesar Rp500 ribu untuk maksud keperluan sehari-hari korban,” tuturnya.
Hal itu juga dilakukan pelaku pada pertemuan kedua dan ketiga dengan memberikan uang tunai.
Saat ditanya apakah niat korban menggunakan MiChat untuk mencari lelaki hidung belang, korban awalnya hanya ingin mencari teman. Namun karena salah pergaulan, korban pun akhirnya terjerumus dan bertemu dengan pelaku.
“Dia sebenarnya tidak tahu jika itu aplikasi yang sering digunakan untuk hal tidak baik, karena awalnya untuk mencari teman saja,” kata dia.
Atas perbuatannya, pelaku DT dijerat dengan Pasal 76D Jo Pasal 81 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. (SP)