SPcom BANJARMASIN – Bareskrim Polri menyita sejumlah barang bukti milik PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN) di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada Rabu (7/12) kemarin.
Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Brigjen Cahyono Wibowo mengatakan penggeledahan juga dilakukan di Kantor PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region VI Integrated Terminal atau Depo Bahan Bakar Minyak (BBM) Banjarmasin.
“Hasil yang telah diperoleh dari penggeledahan berupa 7 unit CPU, dokumen yang terkait dengan data transaksi pada sistem My SAP (dari server), dokumen yang terkait dengan pemesanan BBM PT AKT dan dokumen lainnya yang terkait dengan perkara,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (8/12).
Cahyono mengatakan penyitaan itu dilakukan guna mendalami kasus dugaan korupsi BBM nontunai yang telah merugikan negara hingga Rp451 miliar.
Sekaligus untuk mencari bukti kegiatan transportir pengiriman BBM dari Depo BBM Kalimantan Selatan ke Tambang PT. AKT di Tuhup Kalimantan Tengah.
Selain melakukan penggeledahan, Cahyono mengatakan polisi juga menggelar reka ulang mekanisme pengaliran BBM dari depo BBM Banjarmasin kepada transportir yang dilakukan oleh PT PPN. Mulai dari penyaluran lewat truk tangki maupun bunker sungai.
“Kegiatan penggeledahan yang dilakukan melibatkan Tim dari Dittipidsiber Bareskrim Polri dan tim PKN BPK RI serta dari Ditreskrimsus Polda Kalsel dan Polsek setempat,” tuturnya.
Kasus dugaan korupsi ini ada sejak tahun 2009 silam. Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan saat itu PT PPN memiliki perjanjian jual-beli BBM secara nontunai dengan PT AKT.
Dalam perjanjian itu, kata dia, PT PPN akan menyuplai BBM setiap bulannya. Selama periode 2009 hingga 2010 akan dipasok 1.500 kilo liter BBM per bulan.
Kemudian, meningkat pada periode 2010 hingga 2011 menjadi 6.000 KL per bulan (Addendum I). Lalu, hingga 2012 kembali ditingkatkan menjadi 7.500 KL per pemesanan (Addendum II).
Dari hasil penyelidikan ditemukan indikasi kerugian negara yang dihitung berdasarkan jumlah BBM yang dikeluarkan oleh PT PPN kepada PT AKT sesuai dengan kontrak dan Addendum I, II yang belum dilakukan pembayaran, sehingga menjadi kerugian negara sebesar Rp451.663.843.083,20 atau Rp451 miliar.
Dalam kasus ini, Bareskrim Polri menduga telah terjadi tindak pidana yang melanggar Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. (SP)