suryapagi.com
MISTERIRAGAM

Dusun Legetang Dieng, Kisah Miris Dusun yang Hilang Dalam Semalam

Mayat warga Dusun Legetang masih terkubur bersama rumahnya. Karena keterbatasan alat, saat itu upaya pencarian korban hanya dilakukan di titik, yang diduga merupakan lokasi rumah petinggi Dusun Legetang

SPcom JAKARTA – Ini kisah pilu tentang Dusun Legetang di dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah. Legetang adalah sebuah dusun yang bersama ratusan warganya ‘hilang’ dalam semalam, 67 tahun silam. Dusun Legetang saat itu berada di Desa Pekasiran, sebuah desa di pegunungan Dieng, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Dusun yang ditinggali 450 jiwa itu rata dengan tanah karena tertimbun longsoran Gunung Pengamun-amun pada 17 April 1955.

Kini, Dusun Legetang tinggal nama, dikenang dengan sebuah tugu beton setinggi 10 meter. Tugu yang berdiri tegak di tengah ladang kentang milik warga itu sebagai penanda pernah terjadi bencana yang luar biasa. Puluhan tahun berlalu, saat ini bagian luar tugu tampak lapuk dimakan usia. Tidak ada tulisan khusus pada tugu itu yang menceritakan peristiwa tragis masa lalu.  Satu-satunya data yang bisa dijumpai pada tugu itu adalah pahatan marmer berisi daftar bencana di pegunungan Dieng berikut jumlah korban.

Pahatan tersebut berada di Desa Kepakisan, sebelah timur Desa Pekasiran, atau tepatnya di pertigaan menuju ke objek wisata kawah Sileri. Di pahatan itu tertulis jumlah korban jiwa akibat terkuburnya Dusun Legetang yang mencapai 450 orang. Peristiwa tragis 67 tahun silam itu direkam dalam ingatan warga Desa Pekasiran. Hanya saja, saat ini sebagian besar warga itu sudah meninggal dunia. Kini, anak dan cucu mereka yang melanjutkan sebagai penutur kisah ‘hilangnya’ Dusun Legetang.

Salah satunya adalah Isnurhadi, salah satu tokoh masyarakat di Desa Pekasiran. Ia mengatakan, tanah longsor di Dusun Legetang terjadi malam hari saat musim hujan.  Tanah longsor itu mengakibatkan semua warga di dusun tersebut tewas tertimbun. “Semua yang ada di Dusun Legetang tidak ada yang selamat. Semuanya wafat tertimbun longsor,” kata Isnurhadi, seperti dilansir detikjateng.

Dusun Legetang hanya berjarak sekitar 1 kilometer dengan pusat Desa Pekasiran. Sehingga sebagian warga Pekasiran pada saat itu mengaku mendengar suara gemuruh saat tanah longsor menimbun Legetang. Namun, Isnurhadi mengatakan, dulu warga Pekasiran takut mendekat ke Legetang karena kabarnya tanah di Pegunungan Pengamun-amun masih bergerak. “Suara gemuruh tanah longsor itu sampai ke sini.

Para orang tua kami saat itu ada yang mendengar, tapi tidak berani mendekat. Selain minim penerangan, katanya tanah di sana masih bergerak. Pagi harinya, saat ada yang ke ladang atau mencari rumput baru tahu kalau Dusun Legetang ternyata sudah rata dengan tanah,” terang Isnurhadi.
Isnurhadi menambahkan, keesokan harinya, banyak warga dusun sekitar yang tercengang dan menangis setelah mengetahui Dusun Legetang sudah rata dengan tanah. Bahkan, tinggi material tanah longsor kala itu disebut mencapai lebih dari 2 meter.

“Banyak yang menangis karena banyak teman atau saudara yang tinggal di dusun itu (Legetang). Semuanya sudah rata dengan tanah. Tingginya (longsoran) kalau 2 meter lebih, karena semua rumah tertimbun,” sebutnya. Sejak itu, mayat warga Dusun Legetang masih terkubur bersama rumahnya. Karena keterbatasan alat, upaya pencarian korban hanya dilakukan di titik yang diduga merupakan lokasi rumah petinggi Dusun Legetang. (SP))

Related posts

Komnas Perempuan Ikut Komentari Ceramah Oki Setiana Dewi Soal KDRT

Ester Minar

Ini Arti Nama Anak Sibad dan Krisjiana Baharudin

Ester Minar

Baru Rujuk, Rizki DA Kembali Gugat Cerai Nadya Mustika

Ester Minar

Leave a Comment