SPcom JAKARTA – Publisher right merupakan kebutuhan regulasi yang digaungkan setiap peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang jatuh pada 9 Februari.
Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Hendry Bangun optimistis platform-platform asing akan menaati Publisher Right di Indonesia jika disahkan pemerintah.
Hendry mengatakan hal ini tidak terlepas dari pengalaman serupa di Australia, ketika Google yang sempat menolak kemudian tunduk pada pemerintah setempat.
“Kalau hitungan kita, dengan Australia kan mereka berdamai dengan cara tertentu. Kita lebih besar penduduk kita lho, sebenarnya daya tawar lebih tinggi, apalagi pengguna internet indonesia lebih besar, dari sisi persentase ataupun dari sisi jumlah,” ujar Hendry, Rabu (7/2/2024).
Presiden Joko Widodo para perayaan HPN 2023 lalu, menjanjikan regulasi ini akan segera selesai. Dengan aturan ini media memiliki payung hukum untuk bernegosiasi dengan platform digital untuk memastikan bahwa content sharing akan menghasilkan benefit sharing yang bermakna.
Menurut Hendry, tindakan penolakan platform asing saat ini hanya untuk mencari posisi tawar yang lebih baik.
Berdasarkan data dari APJII pada awal 2024, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 221 juta jiwa atau 79,5%. Angka inipun meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 78,19% dan 77,01% pada 2022.
Sementara berdasarkan Data Reportal hanya ada sekitar 25,3 juta penduduk Australia yang menggunakan internet. Pasalnya, jumlah penduduk Australia hanya sebesar 27,4 juta.
Kendati demikian, Hendry mengatakan dalam regulasi Publisher Right sudah disiapkan badan yang menjadi pengubung antara media dengan platform yang menolak regulasi.
Hendry mengatakan nantinya badan ini akan disusun oleh Dewan Pers dengan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo).
“Dewan Pers nanti menunjuk, nanti yang memenangkan kasus hukum siapa, yang negosiasi ekonomi siapa, mengenai hak cipta siapa, itu sudah ada badan-badannya di dalam,” ujar Hendry.
Diketahui sebelumnya, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong mengatakan Kemenkominfo sudah berbicara dengan platform over the top seperti Google, Meta, dan lain sebagainya serta perusahan media.
Adapun terkait dengan Facebook dan Instagram, lanjut Usman, Kemenkominfo sudah melakukan pembicaraan dan sudah bertemu. Namun keduanya belum sepakat dengan perpres tersebut, sehingga berita-berita perusahaan media tidak akan tampil di kedua platform tersebut.
“Bentuk ketidaksepakatan mereka adalah tidak menayangkan lagi berita. Tetapi kami berupaya menjelaskan kepada mereka mekanisme seperti apa sehingga mereka bisa menerima. Nanti kami lihat apakah kami perlu lagi berbicara dengan mereka sebelum perpres disahkan,” kata Usman.
Usman menjelaskan apabila dalam perkembangannya OTT Meta tetap tidak bersedia untuk menaati peraturan, perpres tetap akan dijalankan.
Menurutnya, dalam peraturan itu tidak harus ada titik temu dahulu. Undang-undang tidak bisa menyenangkan semua orang, tetapi yang dituntut oleh peraturan perundang-undangan adalah meaningful participation.
“Artinya mereka didengar, diajak bicara, dipertimbangkan usulannya dan itu sudah kami lakukan. Dengan semua platform. Pasti ada yang tidak setuju. Maka disalurkan ketidaksetujuan itu. Misalnya kalau Perpres ke MA. Karena setiap undang² ada pihak yang tidak setuju,” kata Usman. (SP)