“Semanggi Suroboyo, lontong balap wonokromo..
Dimakan enak sekali, sayur semanggi krupuk puli…bung semanggi”
Mungkin lagu keroncong ini akrab ditelinga generasi 80’an. Lagu yang diciptakan oleh S.Padimin ini menggambarkan tentang kuliner khas Surabaya yang bernama Semanggi.
Semanggi yang merupakan makanan yang terbuat dari daun semanggi dan kecambah dengan bumbu khas serta krupuk puli ini seakan menjadi ikon kuliner yang tak lepas dari bagian budaya Surabaya.
Makanan yang bernama semanggi ini sudah menjadi makanan yang familiar di Surabaya terutama di kampung-kampung. Aktivitas keluar ibu-ibu pedagang ini dimulai ketika pukul 8.
Mereka berangkat bersama-sama dengan membawa bakul masing masing yang berisi semanggi dan bahan lainnya. Tiap kelompok biasanya terdiri dari 5-6 orang yang kemudian menentukan wilayah mana yang akan dijadikan tempat mereka berkeliling.
Kalau di daerah pusat kota mereka biasanya berkumpul dulu di sebelah Pasar Kupang. Berangkat bersama pulang juga bersama.
“Jadi biar tetap guyub bisa bersam-sama,” ungkap Sutinah salah satu pedagang.
Ya, kata guyub sebuah ungkapan yang mulai jarang terdengar di Surabaya. Masuk kampung keluar kampung menjadi rutinitas yang dilakukan penjual makanan khas yang bernama semanggi ini.
Seiring dengan perkembangan zaman semanggi kini dikemas dengan Apik dan menarik hingga di minati konsumen luar negeri.
Ide dan kreatifitas yang dilakukan oleh Aminah warga Sawo Sambikerep untuk membuat semanggi kebih awet dan menarik dan tahan lama menjadikan semanggi naik daun. Produk ini dijual di marketplace dan diekspor keluar negeri.
Atas prestasinya di bidang kreasi kuliner tersebut, Aminah mendapat penghargaan dari Pemkot Surabaya. Aminah warga Kampung Sawo, Sambikerep, Surabaya sukses meraup omzet jutaan rupiah.
Sebuah inovasi yang akhirnya berbuah rejeki.
Dengan inovasi semanggi instan ini konsumen dapat menikmati citarasa semanggi otentik, simple, mudah dibawa, dengan kemasan menarik. (doni)