suryapagi.com
BISNISEKBIS

Serikat Pekerja Soroti Pergeseran Filosofi Program JHT

SPcom JAKARTA-Pandemi Covid 19 hampir dua tahun melanda Indonesia memberikan dampak yang masif, terhadap sektor ketenagakerjaan. Salah satu dampaknya adalah meningkatnya angka klaim Jaminan Hari Tua (JHT) program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

Kepala Kantor Cabang (Kakacab) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) Jakarta Ceger Cep Nandi Yunandar, mengatakan selama pandemi memang terjadi peningkatan jumlah klaim JHT. Peningkatan tersebut disumbang dari banyaknya karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

”Pelayanan klaim JHT tersebut kami lakukan dengan sistem protokol kesehatan dengan fasilitas Layanan Tanpa Kontak Fisik (Lapak Asik) baik online yang tanpa datang ke kantor cabang maupun yang onsite atau yang datang ke kantor cabang,” kata Cep Nandi, di Jakarta, Rabu (6/10/2021).

Di satu sisi Cep Yunandar memang menyayangkan aksi klaim JHT tersebut. Lantaran JHT pada dasarnya akan sangat bermanfaat ketika pekerja di usia nonproduktif.

Sedangkan banyak di antaranya nilai saldo JHT yang diklaim oleh peserta masih terbilang sedikit. ”Itu dari yang baru beberapa tahun bahkan beberapa bulan bekerja dia ikut terkna PHK lalu mencairkan JHT-nya,” ungkap Cep Nandi.

Namun di lain sisi pihaknya tetap melayani pencairan tersebut karena itu adalah hak peserta dan sejauh seluruh persyaratannya lengkap. Pihaknya juga mengajak peserta usai produktif yang mengklaim JHT untuk meneruskan dengan kepesertaan Bukan Penerima Upah (BPU).

”Tujuannya meskipun dia tidak lagi bekerja formal tetap melanjutkan dengan pekerjaan mandiri dan tetap terlindungi oleh program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan,” tegasnya.

Cep Nandi berharap Pemerintah merevisi peraturan terkait pencairan JHT untuk dikembalikan pada filosofi dasar. Yaitu agar JHT dapat digunakan setelah peserta memasuki usia pensiun. Dengan demikian JHT benar-benar dirasakan manfaatnya.

”Sedangkan ke depannya untuk membantu saudara-saudara kita yang terkena PHK kami harapkan akan terbantu oleh program-program bantuan atau program-program pemberdayaan yang tepat sasaran seperti rencana pemerintah untuk membuka program Jaminan Kehilangan Pekerjaan,” kata Cep Nandi.

Sebelumnya, Komisi IX DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama dengan Kementerian Ketenagakerjaan, BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) dan perwakilan Serikat Pekerja/Buruh guna membahas terkait pengawasan klaim Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) terhadap pekerja atau buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di masa pandemi Covid-19.

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI & Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri menyatakan bahwa peningkatan angka klaim JHT, salah satunya disebabkan oleh banyaknya pekerja yang mengalami PHK.

Selain itu pihaknya pun mendapati adanya pergeseran filosofi dari program JHT yang seharusnya dinikmati ketika memasuki hari tua atau masa pensiun.

Namun, banyak pekerja yang justru mencairkan saldo JHT setelah PHK. Hal ini juga didasari oleh Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 19 Tahun 2015 yang memungkinkan bagi para pekerja untuk melakukan klaim JHT satu bulan setelah mengalami PHK. Namun saat ini Kemnaker sedang melakukan revisi terhadap Permenaker tersebut untuk mengembalikan kepada filosofi program JHT yang seharusnya.

”Kami merevisi Permenaker nomor 19 tersebut, kita kembalikan kepada filosofi JHT yaitu benar-benar sebagai tabungan di masa tua sebagai amanat yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 dan juga Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2015,” kata Indah.

Sejalan dengan hal tersebut Direktur Pelayanan BPJAMSOSTEK Roswita Nilakurnia juga memaparkan data klaim JHT dalam kurun waktu Desember 2020 hingga Agustus 2021 dan dirinya membenarkan bahwa selama masa pandemi terjadi kenaikan jumlah klaim jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Hingga Agustus 2021, tercatat 1,49 juta kasus JHT dengan penyebab klaim didominasi oleh pengunduran diri dan PHK. Selain itu mayoritas nominal saldo JHT yang diklaim adalah di bawah Rp10 juta dan range umur peserta paling banyak di bawah 30 tahun yang merupakan usia produktif bekerja.

Sementara itu Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) Hermanto Achmad, juga menyoroti isu yang sama, saat ini pencairan JHT sangat mudah. Banyak di antara pekerja yang menggunakan modus seolah-olah PHK untuk dapat melakukan klaim.

Sehingga hal ini cenderung tidak sesuai dengan filosofi jaminan sosial yang sejak awal menjadi harapan bagi seluruh pekerja Indonesia untuk memiliki hari tua yang terjamin.

Dalam kesempatan yang sama Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menambahkan agar mekanisme pencairan JHT dikembalikan ke konsep UU nomor 24 tahun 2011 seperti praktik yang berlaku internasional berupa old saving.

“Dana yang disimpan di BPJS Ketenagakerjaan itu sebenarnya adalah dana ketahanan untuk pembangunan ekonomi. Ketika Jaminan Hari Tua diubah maknanya menjadi jaminan hari terjepit karena bisa diambil setelah dipecat, memang menjadi hilang filosofinya. Apakah dikembalikan (aturannya) ke undang-undang sebelumnya, itu mungkin juga masih perlu diskusi untuk lebih lanjut,” tutur Elly.

Elly juga menitikberatkan pada manfaat program Jaminan Pensiun (JP) yang masih sangat kecil yaitu Rp300 ribu hingga Rp3,6 juta per bulan. Dirinya pun menyayangkan sejak program tersebut dijalankan sejak 2015 hingga saat ini, belum dilakukan peninjauan kembali terkait besaran iurannya.

Mengakhiri pernyataannya Elly berharap peninjauan dapat dilakukan setiap tiga tahun sekali sesuai ketentuan agar manfaat yang diterima peserta maksimal. (*)

Related posts

Ini Alasan NU Siap Kelola Bisnis Tambang

Rasid

Waduh! Nasabah BRI di Cianjur Saldonya Raib Puluhan Juta

Sandi

BPJAMSOSTEK Siap Jemput Bola untuk Lindungi Penerima KUR Kecil

Sandi

Leave a Comment