SPcom MALANG – Pemerintah terus berkomitmen menyelesaikan konflik pertanahan. Upaya tersebut diwujudkan salah satunya melalui kebijakan reforma agraria, yang bertujuan untuk mengantisipasi dan mencegah konflik pertanahan.
Hal ini diungkapkan Pelaksana Harian (Plh) Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Amran, dalam Rapat Diseminasi dan Asistensi Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan di Daerah, di Kota Malang, Jawa Timur, Rabu (28/2/2024).
“Pemerintah memiliki komitmen penuh dalam percepatan penyelesaian konflik agraria dan penguatan kebijakan reforma agraria. Melalui sinergitas serta sinkronisasi K/L dan pemerintah daerah, baik kebijakan maupun implementasinya,” katanya.
Menindaklanjuti hal tersebut, pada 2023 Kemendagri dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah menyepakati Nota Kesepahaman (MoU) Nomor 5001.2.1/5646/SJ, Nomor 36/SKB-HK.03.01/X/2023 tentang Sinergi Pelaksanaan Tugas dan Fungsi di Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Bidang Agraria/Pertanahan dan Tata Ruang.
Bentuk tindak lanjut dari Nota Kesepahaman tersebut, Kemendagri telah melakukan langkah-langkah perbaikan untuk mengoptimalkan pembinaan kepada pemerintah daerah (Pemda) khususnya bidang pertanahan. Hal ini berupa inisiasi dukungan data dan informasi kasus pertanahan dan penanganannya di daerah pada Oktober 2023.
“Dukungan basis data dan informasi kasus serta penanganannya oleh pemerintah daerah menjadi literasi untuk kegiatan penyusunan konsep perjanjian kerja sama sebagai tindak lanjut dari MoU tersebut,” ujarnya.
Dengan adanya dukungan data kasus pertanahan dan penanganan sengketa serta konflik pertanahan diharapkan dapat diperoleh beberapa informasi yang bermanfaat.
Informasi itu seperti kasus, sengketa, dan konflik pertanahan di daerah secara holistik. Kemudian informasi persebaran sengketa dan konflik pertanahan dan penanganan di daerah, termasuk tingkat keberhasilan dan evaluasinya.
Informasi yang diharapkan lainnya, yakni dapat mengetahui pola-pola terjadinya sengketa konflik serta pola penanganannya. Informasi ini dapat menjadi bahan masukan dalam penyusunan konsep Perjanjian Kerja Sama (PKS).
Tak hanya itu, berbagai data yang terhimpun tersebut diharapkan dapat menjadi benchmarking penanganan masalah pertanahan pada pola yang serupa di daerah lain.
“Kami berharap pelaksanaan rapat diseminasi dan asistensi kebijakan pemerintah dalam penanganan masalah pertanahan ini dapat memudahkan kita menyelesaikan berbagai macam masalah pertanahan,” tandasnya.